Kebijakan Eksekutif AS Picu Pelemahan Rupiah, Menkeu Sri Mulyani Paparkan Analisis

Pelemahan Rupiah dan Dampak Kebijakan AS

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan mendalam terkait pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang mencapai level Rp 16.300 pada periode tertentu. Beliau mengaitkan fenomena ini dengan serangkaian kebijakan eksekutif yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat pada awal tahun 2025. Penjelasan tersebut disampaikan Menkeu dalam Konferensi Pers APBN Kita di Jakarta pada Kamis, 13 Maret 2025.

Menkeu Sri Mulyani menekankan bahwa dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut bersifat global, menyebabkan gejolak di pasar keuangan internasional dan turut mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Menurutnya, sejak pelantikan Presiden AS pada awal Januari 2025, telah terjadi serangkaian kebijakan yang menciptakan ketidakpastian ekonomi global. Hal ini tercermin dalam data nilai tukar Rupiah terhadap USD yang mencapai Rp 16.162 pada akhir tahun 2024 dan mencapai level Rp 16.340 pada akhir Februari 2025, dengan rata-rata year-to-date sebesar Rp 16.309.

Sri Mulyani menjelaskan lebih lanjut bahwa dampak kebijakan eksekutif AS tersebut memicu volatilitas tidak hanya pada nilai tukar, tetapi juga pada yield Surat Berharga Negara (SBN). Kondisi ini diperparah oleh interaksi antar negara-negara blok ekonomi besar seperti Kanada, Meksiko, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Meskipun demikian, Menkeu menyatakan bahwa Indonesia mampu menjaga kondisi perekonomian dengan relatif baik. Hingga akhir Februari 2025, tingkat suku bunga acuan berhasil dijaga pada angka 6,88%, dan year-to-date sebesar 6,98%.

Menariknya, di tengah gejolak nilai tukar tersebut, Indonesia mencatat deflasi. Data menunjukkan inflasi tahunan sebesar -0,09% dan inflasi bulanan sebesar -0,48%. Kontras antara pelemahan Rupiah dan deflasi ini menjadi sorotan tersendiri dalam analisis Menkeu. Sri Mulyani menambahkan bahwa situasi yang dihadapi Indonesia pada bulan Januari dan Februari 2025 sangatlah menantang dan tidak biasa, dengan serangkaian shock ekonomi yang beruntun akibat kebijakan-kebijakan eksekutif tersebut.

Lebih lanjut, Menkeu menegaskan bahwa respon pasar terhadap berbagai kebijakan AS tersebut sangat dinamis dan memerlukan pemantauan serta strategi yang cermat dari pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi makro. Pemerintah terus berupaya untuk meminimalkan dampak negatif dari gejolak global dan memastikan perekonomian Indonesia tetap tumbuh secara berkelanjutan. Kemampuan Indonesia dalam menghadapi tantangan global ini menunjukkan ketahanan dan keuletan ekonomi nasional.

Dampak Kebijakan Eksekutif AS terhadap Ekonomi Indonesia dapat diringkas sebagai berikut:

  • Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD.
  • Volatilitas pada yield Surat Berharga Negara (SBN).
  • Dampak global dari interaksi negara-negara blok ekonomi besar.
  • Inflasi yang terkendali (deflasi).
  • Tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Pemerintah akan terus memantau perkembangan situasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah gejolak ekonomi global.