Pemangkasan Bantuan AS Guncang Operasional Kemanusiaan PBB: Jutaan Jiwa Terancam
Pemangkasan Bantuan AS Guncang Operasional Kemanusiaan PBB: Jutaan Jiwa Terancam
Krisis kemanusiaan global semakin mengkhawatirkan menyusul kebijakan pemotongan bantuan luar negeri Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Langkah drastis ini telah menimbulkan guncangan signifikan terhadap operasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya dalam upaya penyelamatan jiwa di berbagai belahan dunia. Tom Fletcher, kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), mengungkapkan keprihatinan mendalam atas dampak kebijakan tersebut terhadap program bantuan kemanusiaan global.
Fletcher menekankan bahwa lebih dari 300 juta jiwa di seluruh dunia saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan. Ia menggambarkan pemotongan dana bantuan AS sebagai "guncangan seismik" yang mengancam nyawa jutaan orang. "Banyak yang akan meninggal karena menyusutnya bantuan," tegasnya dalam konferensi pers baru-baru ini. Kondisi ini memaksa PBB dan mitra kerjanya untuk menghadapi dilema sulit dalam menentukan prioritas penyelamatan nyawa, menentukan mana yang dapat diselamatkan dan mana yang tidak. Situasi ini diperparah oleh pengakuan ketergantungan PBB pada pendanaan AS yang selama ini menjadi tulang punggung program kemanusiaan organisasi internasional tersebut. Fletcher secara eksplisit menyatakan bahwa PBB "telah terlalu bergantung pada pendanaan AS."
Pemerintahan Trump telah menargetkan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) sebagai bagian dari upaya pemangkasan pengeluaran pemerintah. Langkah ini telah berdampak signifikan terhadap program-program bantuan asing. Setelah membekukan seluruh bantuan asing untuk peninjauan, Departemen Luar Negeri AS kemudian mengumumkan penghentian 83 persen program bantuan USAID. Dampaknya terasa hingga ke program-program kemanusiaan PBB.
Sebelumnya, PBB telah memperkirakan kebutuhan dana sebesar US$47,4 miliar untuk bantuan kemanusiaan pada tahun 2025, namun jumlah tersebut hanya cukup untuk menjangkau sekitar 190 juta orang yang membutuhkan. Dengan berkurangnya pendanaan AS – yang menurut Fletcher telah menyelamatkan ratusan juta jiwa – cakupan bantuan PBB kini semakin terbatas. Fletcher mengungkapkan bahwa timnya di Jenewa sedang berupaya menentukan prioritas penyelamatan jiwa, mencari cara untuk menyelamatkan 100 juta jiwa dengan anggaran yang tersedia untuk tahun depan. Tantangan ini menyoroti betapa kritisnya peran AS dalam menyelamatkan nyawa dan betapa besar dampak kebijakan pemotongan dana terhadap upaya kemanusiaan global.
Situasi ini menjadi pengingat akan perlunya diversifikasi sumber pendanaan dan strategi yang lebih berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan bantuan kemanusiaan global. Kehilangan pendanaan signifikan dari AS memaksa PBB dan komunitas internasional untuk mencari solusi alternatif guna mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar.