Korupsi Iklan Bank BJB: Kerugian Negara Mencapai Rp 222 Miliar, Lima Tersangka Diungkap KPK

Korupsi Iklan Bank BJB: Kerugian Negara Rp 222 Miliar, Lima Tersangka Diungkap KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) yang mengakibatkan kerugian negara mencapai angka fantastis, yakni Rp 222 miliar. Pengungkapan ini menyusul penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, mengumumkan secara resmi temuan tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis, 13 Maret 2025.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi; Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Widi Hartoto; serta tiga pengendali agensi periklanan, yaitu Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri (Kin Asikin Dulmanan) dari satu agensi, Suhendrik (BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres), dan Raden Sophan Jaya Kusuma (PT Cipta Karya Sukses Bersama dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama).

Investigasi KPK mengungkap bahwa Bank BJB mengalokasikan dana sebesar Rp 409 miliar untuk belanja beban promosi umum dan produk bank selama periode 2021-2023. Dana tersebut dialokasikan untuk penayangan iklan di berbagai media, termasuk televisi, media cetak, dan online. Kerjasama ini melibatkan enam agensi periklanan, masing-masing menerima dana sebagai berikut:

  • PT CKSB: Rp 105 miliar
  • PT CKMB: Rp 41 miliar
  • PT Antedja Muliatama: Rp 99 miliar
  • PT Cakrawala Kreasi Mandiri: Rp 81 miliar
  • PT WSBE: Rp 49 miliar
  • PT BSC Advertising: Rp 33 miliar

Namun, KPK menemukan penyimpangan signifikan dalam proses pengadaan iklan tersebut. Terungkap bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh keenam agensi tersebut hanya sebatas penempatan iklan sesuai permintaan Bank BJB. Proses penunjukan agensi juga diduga melanggar ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa yang berlaku. Selisih antara dana yang diterima agensi dari Bank BJB dan dana yang dibayarkan kepada media mencapai Rp 222 miliar. KPK menyimpulkan bahwa selisih dana tersebut merupakan dana non-budgeter yang digunakan oleh Bank BJB dan disetujui oleh Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto.

Lebih lanjut, KPK menduga Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto melakukan serangkaian tindakan melawan hukum. Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan pengadaan jasa agensi sebagai sarana untuk mendapatkan kickback. Mereka diduga mengetahui dan/atau memerintahkan penggunaan kickback tersebut. Selain itu, mereka juga diduga mengatur proses pemilihan agensi agar memenangkan rekanan yang telah disepakati sebelumnya. Proses pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 juga diduga melanggar ketentuan, termasuk penyusunan dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak sesuai prosedur dan manipulasi dalam proses lelang.

Dari total dana Rp 409 miliar, setelah dikurangi pajak sekitar Rp 300 miliar, hanya sekitar Rp 100 miliar yang diduga dialokasikan untuk pekerjaan riil. Sisanya, Rp 222 miliar, diduga merupakan dana fiktif yang telah disalahgunakan. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa.