Eks Kapolres Ngada Ditahan, Polri Tegaskan Zero Tolerance Terhadap Pelanggaran Etik Berat

Eks Kapolres Ngada Ditahan Terkait Kasus Asusila Terhadap Anak

Irjen Pol. Abdul Karim, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, menegaskan komitmen institusi dalam menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran hukum, khususnya kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan. Pernyataan tegas ini menyusul penahanan AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus asusila. Penahanan tersebut menunjukkan sikap Polri yang tidak mentolerir perilaku yang merusak kepercayaan publik dan mencoreng citra institusi.

Penyelidikan internal yang dilakukan oleh Divisi Propam dan Biro Wabprof Polri menemukan fakta mengejutkan. AKBP Fajar terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa. Kasus ini menjadi bukti nyata komitmen Polri untuk menindak tegas oknum anggota yang terlibat tindak pidana, tanpa pandang bulu, dan mempertegas langkah-langkah pengawasan internal yang lebih ketat. Keputusan untuk menahan dan memproses hukum AKBP Fajar merupakan langkah penting dalam menjaga kepercayaan publik dan memastikan keadilan ditegakkan.

Sanksi Berat dan Proses Hukum yang Transparan

Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divisi Humas Polri, menjelaskan lebih lanjut perihal pelanggaran hukum yang dilakukan oleh AKBP Fajar. Selain pelanggaran etik berat yang dapat berujung pada pemecatan, Fajar juga dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal-pasal tersebut merinci perbuatan tercela yang telah dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada tersebut. Rincian pasal yang dilanggar meliputi:

  • Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri
  • Pasal 8 huruf C angka 1, 2, dan 3 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri
  • Pasal 13 huruf D, E, F, dan G angka 5 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri
  • Pasal 6 huruf C, Pasal 12, dan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
  • Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, C, dan I UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
  • Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP

Proses hukum yang dijalani AKBP Fajar akan berlangsung transparan dan adil, sesuai dengan komitmen Polri dalam menegakkan hukum. Penahanan di Rutan Bareskrim Polri menandakan keseriusan Polri dalam menangani kasus ini dan memberikan efek jera bagi anggota lain yang berpotensi melakukan pelanggaran serupa. Polri berharap kasus ini tidak akan terulang di masa mendatang dan menegaskan kembali komitmennya dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Memperkuat Kepercayaan Publik

Irjen Pol. Abdul Karim menekankan pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Polri menyadari bahwa kasus ini dapat menggoyahkan kepercayaan masyarakat, namun komitmen untuk menegakkan hukum dan memberikan pelayanan terbaik tetap menjadi prioritas utama. Polri akan terus berupaya meningkatkan kualitas pengawasan dan pengendalian internal untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan. Langkah-langkah perbaikan sistem internal akan terus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap anggota Polri menjunjung tinggi hukum dan kode etik profesi.

Melalui tindakan tegas terhadap AKBP Fajar, Polri berharap dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap pelanggaran etik berat, khususnya kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan. Komitmen Polri dalam penegakan hukum dan perbaikan internal menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat dan memastikan terwujudnya Polri yang profesional dan melayani.