Banjir Impor Baja Ancam Industri Dalam Negeri, Krakatau Steel Usul Jadi Pusat Logistik
Banjir Impor Baja Ancam Industri Dalam Negeri, Krakatau Steel Usul Jadi Pusat Logistik
Tingginya impor baja dalam beberapa tahun terakhir mengancam daya saing industri baja nasional. Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Muhamad Akbar Djohan, mengajukan usulan strategis untuk mengatasi permasalahan ini: menjadikan Krakatau Steel sebagai pusat logistik baja nasional. Inisiatif ini diyakini mampu menata ulang sistem perdagangan baja impor, melindungi industri dalam negeri, dan memastikan ketersediaan baja untuk proyek-proyek infrastruktur nasional skala besar.
Akbar Djohan berargumen bahwa pusat logistik baja akan menjadi instrumen vital dalam pengawasan dan pengendalian impor. Dengan sistem yang terpusat, pemerintah dapat lebih efektif mencegah praktik-praktik perdagangan yang tidak adil, seperti dumping, subsidi ilegal, impor baja yang tidak sesuai standar (non-standard), dan upaya penggelapan asal barang (circumvention). Hal ini penting karena data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan impor baja dalam beberapa tahun terakhir: 11,4 juta ton pada 2020, melonjak menjadi 13 juta ton di 2021, mencapai puncaknya di 14,1 juta ton pada 2022, dan sedikit menurun menjadi 13,8 juta ton pada 2023. Sementara itu, konsumsi baja nasional sendiri terus meningkat, mencapai 15,5 juta ton pada 2021 dan diperkirakan tumbuh 4,6 persen per tahun, didorong oleh proyek-proyek infrastruktur strategis seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), jalan tol, jembatan, dan sistem transportasi massal.
Lebih lanjut, Akbar Djohan menekankan komitmen Krakatau Steel dalam pengembangan industri baja nasional. Krakatau Steel Group, bersama afiliasi dan joint venture-nya di Cilegon, berencana mengembangkan Klaster Baja Cilegon dengan kapasitas produksi 10 juta ton baja per tahun, dengan total investasi mencapai Rp 150 triliun. Pengembangan ini, menurutnya, akan berkontribusi signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan baja dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Dukungan terhadap usulan ini datang dari Komisi VI DPR RI. Ketua Komisi VI, Eko Hendro Purnomo, menekankan perlunya penguatan proteksi industri baja nasional dari gempuran impor. Ia menilai Krakatau Steel, sebagai BUMN dan produsen baja terintegrasi terbesar di Indonesia, memiliki potensi untuk menjadi pemain utama dalam industri baja nasional. Eko Hendro Purnomo juga mendesak pemerintah untuk memberikan dukungan penuh terhadap restrukturisasi dan transformasi Krakatau Steel, serta memberikan proteksi yang komprehensif, tidak hanya dari aspek bisnis (business to business), tetapi juga dari sisi kebijakan pemerintah (government to government), termasuk dukungan perbankan. Ia menambahkan, “Dalam 10 tahun ke depan, negara kita sedang membangun, kebutuhan bajanya sangat banyak, seharusnya ini menjadi peluang bagi industri baja nasional.”
Kesimpulannya, usulan pembentukan pusat logistik baja di bawah naungan Krakatau Steel merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan impor baja yang membeludak dan melindungi industri baja nasional. Suksesnya inisiatif ini bergantung pada dukungan penuh pemerintah dan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem industri baja yang sehat dan berdaya saing. Implementasi kebijakan proteksi yang komprehensif, dibarengi dengan pengembangan kapasitas produksi dalam negeri, diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri baja nasional di tengah persaingan global yang ketat.
-
Data konsumsi baja nasional berdasarkan Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA):
- 2020: 15 juta ton
- 2021: 15,5 juta ton
-
Data impor besi dan baja berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS):
- 2020: 11,4 juta ton
- 2021: 13 juta ton
- 2022: 14,1 juta ton
- 2023: 13,8 juta ton