Analisis Kehalalan Cokelat Dubai: Tantangan Sertifikasi Produk Manisan Populer
Analisis Kehalalan Cokelat Dubai: Tantangan Sertifikasi Produk Manisan Populer
Kepopuleran cokelat Dubai, khususnya varian yang berisi kunafa pistachio, telah memicu tren serupa di pasar lokal. Namun, di balik kelezatannya, terdapat beberapa pertimbangan krusial terkait kehalalan produk ini yang patut diperhatikan konsumen dan produsen. Meskipun bahan baku utama seperti kakao tampak halal, proses pengolahan dan bahan tambahan yang digunakan menimbulkan potensi ketidaksesuaian dengan standar kehalalan.
Salah satu poin penting terletak pada proses pembuatan cokelat itu sendiri. Cokelat couverture, yang dilelehkan pada suhu rendah, seringkali mengandung bahan tambahan seperti emulsifier dan perisa. Emulsifier, misalnya, dapat berasal dari sumber hewani yang tidak halal, sementara perisa alkohol atau aroma sintetis tertentu dapat membatalkan kehalalan produk. Penggunaan gula, meskipun tampak sederhana, juga perlu dikaji lebih lanjut. Proses pemurnian gula melibatkan penggunaan karbon aktif atau resin penukar ion yang berpotensi berasal dari tulang hewan atau bahan lain yang diragukan kehalalannya. Hal ini memerlukan transparansi dari produsen untuk menjamin penggunaan bahan-bahan yang sesuai syariat.
Isian kunafa pistachio juga menghadirkan tantangan tersendiri. Tahini, biji wijen yang digiling, dan minyak zaitun yang digunakan dalam kunafa umumnya halal. Namun, penggunaan mentega dalam proses pembuatan kunafa memerlukan perhatian khusus. Mentega, sebagai emulsi air dalam minyak, seringkali menggunakan emulsifier yang dapat berasal dari lemak hewani haram, seperti lemak babi, atau dari lemak hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i. Bahkan jika berasal dari lemak nabati, agen hidrolisis yang digunakan dalam proses pembuatan emulsifier tersebut harus dipastikan halal dan tidak berasal dari enzim hewani haram, seperti porcine pancreatic lipase.
Bahan penyusun kataifi, yaitu tepung terigu, juga mengandung potensi masalah kehalalan. Meskipun tepung terigu sendiri umumnya halal, proses fortifikasi yang sering dilakukan untuk menambah kandungan vitamin dan mineral memerlukan perhatian. Bahan fortifikasi, seperti vitamin B1, B2, asam folat, dan L-sistein, dapat dihasilkan melalui proses biotransformasi menggunakan mikroorganisme dalam media pertumbuhan. Media pertumbuhan ini berpotensi berasal dari hewan haram atau hewan halal yang tidak disembelih sesuai syariat. Selain itu, L-sistein juga dapat berasal dari sumber yang haram, seperti ekstraksi rambut manusia atau bulu hewan yang tidak disembelih secara Islami. Oleh karena itu, produsen harus memastikan sertifikasi halal dari setiap bahan yang digunakan dalam proses fortifikasi.
Kesimpulannya, kehalalan cokelat Dubai dan produk sejenisnya tidak hanya bergantung pada bahan baku utama, tetapi juga pada seluruh proses pengolahan dan bahan tambahan yang digunakan. Transparansi dan sertifikasi halal dari setiap tahapan produksi sangat penting untuk menjamin kehalalan produk dan memberikan keyakinan kepada konsumen muslim. Konsumen dianjurkan untuk teliti membaca label dan mencari sertifikasi halal resmi dari lembaga yang terpercaya sebelum mengonsumsi produk cokelat tersebut.