KPK Pindahkan 11 Kendaraan Mewah Hasil Sita dari Rumah Japto Soerjosoemarno

KPK Pindahkan 11 Kendaraan Mewah Hasil Sita dari Rumah Japto Soerjosoemarno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memindahkan sebelas unit kendaraan yang disita dari kediaman Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, Japto Soerjosoemarno, ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK. Konfirmasi resmi disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, pada Selasa, 4 Maret 2025. Proses pemindahan ini menandai tahap lanjut dalam rangkaian penyidikan kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Kendaraan-kendaraan mewah tersebut disita pada tanggal 4 Februari 2025, saat penggeledahan dilakukan di kediaman Japto Soerjosoemarno.

Penundaan pemindahan kendaraan tersebut ke Rupbasan sebelumnya telah dijelaskan oleh Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu. Beliau menjelaskan bahwa perlunya perawatan khusus untuk kendaraan-kendaraan mewah tersebut menjadi pertimbangan utama. Biaya perawatan yang tinggi, khususnya untuk mobil-mobil sport, menjadi alasan logis penundaan tersebut. Asep Guntur menekankan perbedaan penanganan aset sitaan berupa kendaraan bermotor dengan aset berupa uang tunai yang lebih mudah dalam penyimpanan dan pengelolaannya. Pernyataan ini disampaikan pada konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025. Proses pemindahan aset sitaan ini juga terkait efisiensi dan pengelolaan aset negara yang optimal.

Japto Soerjosoemarno sendiri telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan Rita Widyasari pada Rabu, 26 Februari 2025. Pemeriksaan yang berlangsung selama tujuh jam tersebut dilakukan untuk menggali keterangan terkait aliran dana dalam kasus korupsi ini. Dalam keterangan singkatnya kepada awak media seusai pemeriksaan, Japto menyatakan telah memenuhi panggilan KPK dan memberikan keterangan selengkap mungkin atas pertanyaan yang diajukan penyidik.

Kasus utama yang melibatkan Rita Widyasari bermula dari penetapan dirinya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada tahun 2017. Vonis 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018. Vonis tersebut terkait penerimaan gratifikasi sebesar Rp 110 miliar yang berkaitan dengan perizinan proyek di Kutai Kartanegara. Meskipun mengajukan peninjauan kembali (PK), upaya hukum Rita kandas setelah ditolak oleh Mahkamah Agung pada tahun 2021, dan selanjutnya menjalani masa hukuman di Lapas Pondok Bambu.

Selain kasus gratifikasi, Rita Widyasari juga masih berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap dan TPPU. Pada Juli 2024, KPK mengungkap penerimaan uang dari pengusaha tambang oleh Rita, berupa pecahan mata uang dolar Amerika Serikat (USD) sebesar USD 5 per metrik ton dari perusahaan batu bara. Penggeledahan di rumah Japto Soerjosoemarno merupakan bagian dari penelusuran aliran dana yang diduga berasal dari Rita Widyasari ke pengusaha dan pimpinan Pemuda Pancasila di Kalimantan Timur, Said Amin. Setelah menggeledah kediaman Said Amin, KPK melanjutkan penyelidikan hingga ke kediaman Japto Soerjosoemarno, yang menghasilkan penyitaan sebelas unit kendaraan dan uang senilai Rp 56 miliar.

Proses penyitaan dan pemindahan aset ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus korupsi yang melibatkan Rita Widyasari. Pemindahan aset ke Rupbasan menandai langkah penting dalam proses hukum selanjutnya, dan menunjukkan komitmen KPK dalam mengamankan aset negara yang disita sebagai barang bukti.