Revisi UU TNI: Rapat di Hotel Mewah Picu Pertanyaan, Pimpinan Komisi I DPR Diminta Angkat Bicara
Revisi UU TNI: Rapat di Hotel Mewah Picu Pertanyaan, Pimpinan Komisi I DPR Diminta Angkat Bicara
Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI memasuki babak baru dengan terungkapnya rapat Panitia Kerja (Panja) di Hotel Fairmont Jakarta, sebuah hotel bintang lima yang berlokasi tak jauh dari Gedung DPR. Rapat yang berlangsung selama dua hari, 14-15 Maret 2025, ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai pemilihan lokasi tersebut. Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus (TB) Hasanuddin, saat dikonfirmasi di lokasi rapat, Sabtu lalu, enggan memberikan penjelasan terkait alasan pemilihan tempat tersebut. Ia justru mengarahkan pertanyaan tersebut kepada pimpinan Komisi I DPR RI.
"Mengapa urgensinya, dan di mana tempatnya, ya tanya kepada pimpinan," ujar TB Hasanuddin singkat. Sikap tersebut memicu spekulasi publik tentang transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran negara dalam proses legislasi yang tengah berlangsung. Ketidakjelasan mengenai alasan pemilihan hotel mewah sebagai lokasi rapat menjadi sorotan, mengingat ketersediaan ruang rapat yang memadai di lingkungan DPR RI.
Lebih lanjut, Hasanuddin menyatakan bahwa secara pribadi, ia tidak melihat adanya percepatan atau perlambatan dalam proses pembahasan revisi UU TNI. Ia menekankan pentingnya menjalankan prosedur yang tepat dalam proses pembuatan undang-undang. "Yang paling penting dalam membuat undang-undang itu aturannya adalah prosedur cara membuatnya. Ya, prosedurnya tidak boleh dilewatkan," tegasnya. Pernyataan ini seolah menekankan bahwa fokus utama adalah pada kelengkapan prosedur, terlepas dari kontroversi lokasi rapat.
Pembahasan revisi UU TNI sendiri telah dimulai sejak Selasa, 12 Maret 2025, berkolaborasi antara Komisi I DPR dan pemerintah. Revisi ini meliputi beberapa poin penting, antara lain perubahan masa dinas keprajuritan dan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Usulan revisi tersebut berfokus pada peningkatan masa dinas keprajuritan, dengan rencana perpanjangan hingga 58 tahun untuk bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun untuk perwira. Bahkan, terdapat kemungkinan perpanjangan hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional tertentu.
Selain itu, revisi juga akan mengatur ulang penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Hal ini didorong oleh peningkatan kebutuhan akan peran prajurit TNI di berbagai instansi pemerintah. Revisi tersebut diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih jelas dan mengakomodasi perkembangan kebutuhan tersebut. Namun, pemilihan tempat rapat yang menimbulkan pertanyaan publik ini menimbulkan kekhawatiran akan ternodainya kredibilitas proses legislasi yang sedang berlangsung. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pembuatan undang-undang yang berdampak luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Poin-poin penting revisi UU TNI:
- Perpanjangan masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun (bintara dan tamtama) dan 60 tahun (perwira).
- Kemungkinan perpanjangan masa dinas hingga 65 tahun untuk prajurit di jabatan fungsional.
- Pengaturan ulang penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.