Eksodus Massal Warga Alawi Suriah: Mengungsi ke Pangkalan Rusia untuk Selamat dari Pembantaian
Eksodus Massal Warga Alawi Suriah: Mengungsi ke Pangkalan Rusia untuk Selamat dari Pembantaian
Tragedi kemanusiaan kembali melanda Suriah. Sejak 6 Maret 2024, gelombang kekerasan sektarian telah menewaskan lebih dari 1.400 warga sipil, sebagian besar berasal dari komunitas Alawi di provinsi Latakia, Tartous, Hama, dan Homs, menurut laporan dari LSM yang memantau konflik di Suriah. Kekerasan ini dipicu oleh serangan terhadap pasukan keamanan Suriah di Jableh, yang mengakibatkan tewasnya 13 personel. Balas dendam berdarah pun terjadi, menargetkan warga sipil Alawi secara brutal. Ribuan keluarga telah meninggalkan rumah mereka, mencari perlindungan di tempat yang tak terduga: sebuah pangkalan udara Rusia yang terpencil di pesisir barat Suriah.
Di tengah kepungan rasa takut dan duka, BBC News Arabic berhasil menemui sejumlah pengungsi, termasuk Dalaal Mahna, seorang ibu yang kehilangan putra tunggalnya, Amjad Qatrawi, yang ditembak mati oleh kelompok bersenjata. Kisah pilu Dalaal hanyalah satu dari sekian banyak tragedi yang terjadi. Para pengungsi menceritakan tentang pembunuhan massal, eksekusi sepihak, dan kekacauan yang melanda desa-desa mereka. Mereka menggambarkan bagaimana kelompok bersenjata, yang diduga loyal kepada pemerintahan pimpinan kaum Sunni, membantai warga sipil tanpa ampun, termasuk perempuan dan anak-anak. Jalan raya dipenuhi bekas tembakan, dan puluhan jenazah ditemukan di semak-semak dan kuburan massal, sebuah gambaran mengerikan dari kekejaman yang terjadi.
Salah satu saksi mata, Mahmoud al-Haik, seorang tentara dari Kementerian Pertahanan Suriah, menjelaskan situasi kacau yang terjadi di Baniyas. Ia mengatakan bahwa para penyerang, yang sebagian besar berasal dari desa-desa di sekitar Baniyas, berhasil mundur ke pegunungan setelah dua hari pertempuran sengit. Meskipun pasukan keamanan telah berhasil mengamankan kembali wilayah tersebut, ketakutan masih menghantui warga. Banyak yang masih enggan kembali ke rumah mereka, memilih untuk berlindung di pegunungan selama berhari-hari, tidur di tempat terbuka karena khawatir menjadi korban pembunuhan berikutnya. Bahkan mereka yang berani kembali ke desa-desa mereka untuk memeriksa kondisi rumah dan toko mereka terlihat masih diliputi rasa takut dan enggan berbagi detail tentang apa yang mereka alami.
Situasi ini semakin diperparah oleh minimnya informasi akurat tentang serangan tersebut dan dampak sektariannya. Meskipun Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa, telah mengakui dampak serangan dan berjanji untuk menindak para pelaku, termasuk mereka yang berasal dari pihak sekutunya, rasa tidak aman masih sangat terasa. Ribuan keluarga Alawi yang mengungsi di pangkalan udara Rusia hidup dalam kondisi memprihatinkan, dan mereka membutuhkan perlindungan internasional atas penderitaan yang mereka alami. Mereka telah kehilangan segalanya: rumah, harta benda, dan mata pencaharian. Kisah mereka menjadi bukti nyata dari kehancuran dan penderitaan yang terus melanda Suriah.
-
Kronologi Peristiwa:
- 6 Maret 2024: Lebih dari 1.400 warga sipil tewas dalam kekerasan sektarian di Suriah, sebagian besar dari komunitas Alawi.
- Serangan terhadap pasukan keamanan di Jableh mengakibatkan tewasnya 13 personel.
- Pembantaian massal warga sipil Alawi terjadi sebagai aksi balas dendam.
- Ribuan keluarga Alawi mengungsi ke pangkalan udara Rusia untuk mencari perlindungan.
- 12 Maret 2024: PBB memverifikasi pembunuhan 111 warga sipil, tetapi angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.
- 13 Maret 2024: Terjadi serangan lanjutan yang memperparah situasi.
-
Kondisi Para Pengungsi:
- Ribuan keluarga Alawi mengungsi di pangkalan udara Rusia dalam kondisi memprihatinkan.
- Mereka membutuhkan perlindungan internasional, bantuan kemanusiaan, dan dukungan medis.
- Banyak yang kehilangan anggota keluarga dan harta benda mereka.
-
Pernyataan Resmi:
- Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa mengakui dampak serangan dan berjanji untuk menyelidiki dan menindak para pelaku.