Dari Ayam Goreng hingga Ekspor Batik: Kisah Sukses Aditya Bayu Pamungkas Lewat Digitalisasi

Dari Ayam Goreng hingga Ekspor Batik: Kisah Sukses Aditya Bayu Pamungkas Lewat Digitalisasi

Aditya Bayu Pamungkas, atau Bayu, telah membuktikan bahwa keuletan dan adaptasi terhadap perubahan teknologi dapat membawa kesuksesan dalam dunia bisnis. Perjalanan kariernya, yang diawali dengan bisnis kuliner hingga akhirnya merambah pasar ekspor batik melalui platform digital, menjadi contoh nyata bagaimana digitalisasi mampu mendobrak batasan geografis dan membuka peluang pasar yang lebih luas.

Perjalanan Bayu diawali dengan bisnis ayam goreng yang sempat memiliki lima booth di Solo. Namun, ambisi untuk mengembangkan restoran skala besar justru berujung pada penutupan usaha karena tingginya beban operasional dan persaingan yang ketat. Kegagalan tersebut tidak mematahkan semangatnya. Ia kemudian beralih menjadi reseller pakaian jadi di Beteng Trade Center (BTC) Solo, memanfaatkan platform online seperti Shopee untuk memasarkan produknya. Kendati sempat memiliki toko fisik di BTC, keterbatasan modal memaksanya untuk menutup usaha tersebut.

Tahun 2019: Titik Balik Bisnis Batik

Puncak perjalanan Bayu dimulai pada tahun 2019. Pandemi Covid-19 yang berdampak negatif bagi banyak usaha, justru menjadi momentum bagi Bayu. Banyak perajin batik yang kesulitan memasarkan produknya, memberikan kesempatan bagi Bayu untuk menjadi jembatan antara perajin dan konsumen. Ia mulai menjual batik printing yang menyasar pasar anak muda, memanfaatkan kekuatan penjualan online yang semakin berkembang. Kesuksesan penjualan online kemudian mendorongnya untuk menciptakan brand batik sendiri, Prabuseno, yang diluncurkan pada Juni 2020 melalui Instagram dan Shopee. Penjualan yang terus meningkat memaksa Bayu untuk menyewa tempat usaha yang lebih besar, dari rumah hingga ruko dan toko fisik di Solo, untuk menampung jumlah pesanan yang membeludak.

Ekspansi ke Jakarta dan Pasar Internasional

Pada tahun 2024, Bayu semakin melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka kios di Thamrin City, Jakarta, untuk menjangkau pasar Jabodetabek. Strategi digitalisasi yang konsisten tetap menjadi kunci keberhasilannya, dengan penjualan online tetap menjadi tulang punggung bisnis Prabuseno. Saat ini, Bayu telah mempekerjakan 14 karyawan untuk mengelola berbagai aspek bisnisnya, mulai dari marketing, produksi, hingga pengelolaan gudang. Produk batik Prabuseno, dengan harga antara Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per buah, telah berhasil menembus pasar internasional, meskipun masih dalam skala kecil, ke Singapura dan Malaysia.

Dukungan Pemerintah dan Platform Digital

Kesuksesan Bayu tidak lepas dari peran pemerintah dan platform digital. Keikutsertaannya dalam program SMESCO Indonesia, sebuah program pengembangan UMKM muda yang bermitra dengan Shopee, telah memberikan akses dan dukungan yang berharga untuk masuk ke rantai pasok global. Pemerintah Kota Solo juga aktif memberikan pelatihan digitalisasi bagi UMKM, baik melalui APBD maupun kerjasama dengan berbagai pihak seperti Shopee, Grab, Gojek, Tokopedia, dan beberapa bank nasional. Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) juga berperan penting dalam memberikan konsultasi dan dukungan bagi para pelaku UMKM.

Kesimpulan

Kisah Bayu menginspirasi para pelaku UMKM untuk berani berinovasi, memanfaatkan teknologi digital, dan gigih menghadapi tantangan. Dengan strategi yang tepat dan dukungan yang konsisten dari pemerintah dan platform digital, UMKM di Indonesia dapat berkembang dan bersaing di pasar global.