Yayasan Biruku: Dekonstruksi Stigma Disabilitas Lewat Pesantren Kilat Ramadan
Yayasan Biruku: Dekonstruksi Stigma Disabilitas Lewat Pesantren Kilat Ramadan
Ramadan tahun ini, Masjid Pusdai Bandung menjadi saksi bisu sebuah inisiatif mulia. Yayasan Biruku Indonesia menyelenggarakan pesantren kilat yang unik, bukan sekadar pengajian biasa, tetapi sebuah program inklusif yang melibatkan 370 peserta, termasuk 150 anak penyandang disabilitas – dengan beragam jenis disabilitas, mulai dari disabilitas mental, autisme, hingga down syndrome – 150 orangtua pendamping, dan 70 relawan muda. Acara yang telah berlangsung selama sepuluh tahun ini, dan merupakan penyelenggaraan ke-14 secara keseluruhan, menawarkan lebih dari sekadar pembelajaran agama. Pesantren kilat ini bertujuan membangun jembatan pemahaman dan penerimaan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, menghancurkan tembok stigma yang selama ini menghambat partisipasi mereka dalam kehidupan sosial.
Inisiatif ini lahir dari pengalaman pribadi Founder Yayasan Biruku Indonesia, Djulaiha Sukmana, atau yang akrab disapa Bunda Juju. Sebagai ibu dari anak autis, Bunda Juju merasakan sendiri kesulitan yang dihadapi para orang tua dalam mengakses layanan terapi dan pendidikan yang memadai bagi anak disabilitas. Dari kesulitan ini, tercetuslah ide untuk mendirikan Yayasan Biruku, yang tak hanya fokus pada terapi, tetapi juga pada integrasi sosial anak-anak disabilitas. Khususnya, Bunda Juju menyoroti kendala yang dihadapi orang tua dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada anak-anak mereka yang memiliki disabilitas. Banyak orang tua yang merasa ragu membawa anak-anak mereka ke tempat umum, seperti masjid, karena takut mengganggu atau dipandang sebelah mata. Pesantren kilat Ramadan ini, oleh karena itu, merupakan sebuah upaya untuk mengatasi anggapan tersebut dan mendorong partisipasi penuh anak-anak disabilitas dalam kehidupan beragama dan sosial.
Program pesantren kilat ini dirancang dengan kegiatan yang menyenangkan dan inklusif. Anak-anak tidak hanya menerima pelajaran agama, tetapi juga berpartisipasi dalam beragam aktivitas seperti mewarnai, menggambar, dan memanah. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan bersosialisasi. Lebih jauh lagi, Yayasan Biruku melibatkan generasi muda, mayoritas siswa SMA, sebagai relawan. Partisipasi mereka bukan hanya membantu kelancaran acara, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar berinteraksi dengan anak-anak disabilitas, membentuk empati dan pemahaman yang lebih mendalam, dan secara tidak langsung menjadi agen perubahan dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif.
Bunda Juju berharap pesantren kilat ini dapat menjadi katalis perubahan dalam memandang disabilitas. Ia ingin masyarakat luas menyadari bahwa anak-anak disabilitas memiliki potensi yang besar dan mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial. Lebih dari itu, ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah dan masyarakat dalam memberikan dukungan dan akses yang setara bagi anak-anak disabilitas, sekaligus membina kesadaran bersama untuk menghapus stigma negatif yang masih melekat pada kelompok disabilitas. Bunda Juju menyimpulkan bahwa dengan dukungan dan terapi yang tepat, anak-anak disabilitas dapat berkembang pesat dan mencapai potensi maksimal mereka. Perjuangan untuk kesetaraan dan inklusi bagi anak-anak disabilitas ini membutuhkan kolaborasi semua pihak, dan Yayasan Biruku terus berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi ini.
Kegiatan Pesantren Kilat: * Pembelajaran agama Islam. * Aktivitas mewarnai dan menggambar. * Aktivitas olahraga memanah. * Interaksi sosial dengan peserta lain. * Pembinaan generasi muda untuk inklusi sosial.