Draf Revisi KUHAP Menuai Kontroversi: Peran Jaksa Dipertanyakan, DPR Pastikan Proses Masih Berjalan
Draf Revisi KUHAP Menuai Kontroversi: Peran Jaksa Dipertanyakan, DPR Pastikan Proses Masih Berjalan
Beredarnya draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membatasi peran Jaksa Agung hanya pada penyidikan kasus pelanggaran HAM berat telah menimbulkan polemik di kalangan publik dan para ahli hukum. Draf tersebut, yang tertuang dalam Pasal 6 ayat 1, menyebutkan penyidik terdiri atas penyidik Polri, PPNS, dan penyidik tertentu. Penjelasan pasal tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa “Penyidik Tertentu” meliputi penyidik KPK, penyidik TNI AL dalam wilayah zona ekonomi eksklusif, serta Jaksa hanya dalam konteks tindak pidana pelanggaran HAM berat. Hal ini memicu kekhawatiran akan potensi pelemahan peran Jaksa dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dengan tegas membantah bahwa draf yang beredar tersebut merupakan draf resmi pemerintah. Beliau menjelaskan bahwa draf revisi KUHAP masih dalam tahap finalisasi dan akan dibahas lebih lanjut dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa, 18 Maret 2025. "Jadi, hari Selasa kami baru akan mendapatkan penugasan dari paripurna, disertai dengan draf dan daftar inventarisasi masalah," ungkap Habiburokhman dalam konfirmasi terpisah. Setelah mendapat persetujuan dalam paripurna, barulah draf tersebut akan disebarluaskan kepada publik untuk menerima masukan dan kritik konstruktif. Proses ini menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam penyempurnaan sistem peradilan pidana Indonesia.
Sebelumnya, target penyelesaian draf revisi KUHAP oleh DPR telah ditetapkan pada bulan April 2025. Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI pada Rabu, 5 Maret 2025, menyatakan, "Saran saya dari beberapa poin tadi, ini bulan Maret, April, Mei, Juni. April harusnya selesai draft dari DPR." Proses penyusunan draf ini melibatkan pengumpulan aspirasi dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum dan advokat. Komisi III DPR RI juga akan bertukar pikiran dengan pemerintah setelah menerima masukan dari para ahli dan praktisi hukum. Tahap selanjutnya, yaitu membuka draf untuk partisipasi publik, diharapkan akan menghasilkan norma-norma yang lebih detail dan komprehensif.
Proses revisi KUHAP ini memiliki implikasi yang luas terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia. Perdebatan seputar peran Jaksa Agung dan penyidik lainnya menuntut transparansi dan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan untuk memastikan revisi tersebut menghasilkan sistem peradilan yang lebih efektif, adil, dan akuntabel. Perlu dikaji secara mendalam dampak dari pembatasan peran Jaksa Agung terhadap penegakan hukum, khususnya dalam berbagai jenis tindak pidana selain pelanggaran HAM berat. Pembahasan yang cermat dan komprehensif menjadi kunci keberhasilan revisi KUHAP ini.
Proses penyusunan draf revisi KUHAP ini masih panjang dan membutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk publik. Transparansi dan keterbukaan informasi sangat penting untuk memastikan bahwa revisi ini sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan penegakan hukum yang efektif di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya diskusi publik yang lebih luas untuk membahas secara detail poin-poin krusial dalam draf tersebut, khususnya terkait peran dan kewenangan Jaksa Agung.