Komnas HAM Kecam Pencabulan Anak oleh Eks Kapolres Ngada: Desak Sanksi Tegas dan Perbaikan Sistem Kepolisian

Komnas HAM Kecam Pencabulan Anak oleh Eks Kapolres Ngada: Desak Sanksi Tegas dan Perbaikan Sistem Kepolisian

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras tindakan pencabulan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman. Komnas HAM menyatakan tindakan tersebut sebagai pelanggaran HAM berat, merenggut hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental, serta merupakan bentuk pelecehan seksual yang tidak dapat ditoleransi. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menegaskan bahwa kasus ini telah menyebabkan trauma mendalam bagi para korban, dan menuntut pertanggungjawaban hukum yang tegas terhadap pelaku.

"Pelanggaran HAM yang terjadi ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa, melainkan kejahatan yang dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat," tegas Sihombing dalam keterangan resmi yang disampaikan Kamis (13/3/2025). Komnas HAM mendesak agar proses hukum terhadap Fajar dijalankan secara transparan dan adil, dengan mempertimbangkan pemberatan hukuman sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Komnas HAM juga menekankan pentingnya memberikan dukungan pemulihan bagi para korban, termasuk layanan psikologis dan restitusi atau kompensasi yang layak.

Lebih lanjut, Komnas HAM meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk bertanggung jawab atas kegagalan pengawasan internal yang memungkinkan terjadinya kasus ini. Peristiwa ini, menurut Komnas HAM, menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan penegakan disiplin di tubuh Polri. Oleh karena itu, Komnas HAM mendesak Polri untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan anggota, termasuk penerapan uji narkoba dan asesmen psikologi secara berkala dan komprehensif. Tujuannya, untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang dan memastikan perlindungan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara, terutama anak-anak.

Dalam perkembangannya, AKBP Fajar Widyadharma Lukman telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri atas tuduhan pencabulan terhadap empat korban, tiga di antaranya anak di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, sementara satu korban lainnya berusia 20 tahun. Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto, dalam jumpa pers di Mabes Polri, telah mengonfirmasi penahanan tersebut. Kasus ini diproses berdasarkan Pasal 6 huruf c, Pasal 12 dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 15 Ayat 1, huruf e g c i, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 25 Ayat 1 jo Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa fakta-fakta yang menguatkan status tersangka terungkap dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri). Kejadian ini menjadi sorotan tajam, menuntut tidak hanya hukuman bagi pelaku, tetapi juga reformasi internal di lingkungan Polri agar peristiwa serupa tidak terulang kembali dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dapat dipulihkan.

Komnas HAM berharap agar kasus ini menjadi momentum bagi Polri untuk melakukan reformasi internal yang komprehensif, meningkatkan pengawasan dan penegakan disiplin, serta memastikan perlindungan maksimal bagi korban kekerasan seksual, terutama anak-anak.