Ketahanan Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Analisis APBN dan Kinerja Ekonomi

Ketahanan Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Analisis APBN dan Kinerja Ekonomi

Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang yang diinisiasi Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan optimisme atas kinerja ekonomi Indonesia. Perang dagang ini, ditandai dengan peningkatan tarif bea cukai AS terhadap sejumlah negara sekutu seperti Kanada, Eropa, Meksiko, dan Tiongkok, telah memicu reaksi balasan dan tindakan resiprokal dari negara-negara yang terkena dampak. Indonesia, seperti negara lain, harus berupaya keras melindungi kedaulatan ekonomi dan kepentingan nasional di tengah situasi yang penuh tantangan ini.

Meskipun menghadapi tekanan eksternal tersebut, Sri Mulyani menekankan bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 tetap berada di atas 5%, menunjukkan fondasi ekonomi yang solid. Hal ini diperkuat oleh angka inflasi yang rendah dan surplus Neraca Pembayaran sebesar US$ 7,2 miliar pada tahun 2024, meningkat 14,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini secara jelas mengindikasikan kondisi ekonomi domestik yang tetap sehat dan stabil.

Lebih lanjut, kinerja positif tersebut berlanjut hingga awal tahun 2025. Surplus Neraca Perdagangan pada Januari 2025 mencapai US$ 3,5 miliar, mencatatkan peningkatan sebesar 78% atau setara dengan US$ 1,5 miliar dibandingkan Januari 2024. Angka-angka ini menunjukkan daya saing ekspor Indonesia yang tetap terjaga dan mampu menghadapi tekanan eksternal.

Namun, Sri Mulyani juga mengakui adanya tantangan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hingga Februari 2025, APBN mencatatkan defisit sebesar Rp 31,2 triliun, disebabkan oleh penerimaan negara yang masih lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Penerimaan negara per Februari 2025 baru mencapai Rp 316,9 triliun atau 10,5% dari target, sementara belanja negara telah mencapai Rp 348,1 triliun atau 9,6% dari pagu anggaran.

Perlambatan penerimaan negara ini sebagian besar disebabkan oleh moderasi harga komoditas. Meskipun demikian, pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan negara melalui berbagai inisiatif strategis dan perbaikan administratif. Di sisi lain, belanja negara tetap berjalan sesuai rencana dengan tetap mengedepankan efisiensi, namun tetap memprioritaskan belanja bantuan sosial serta kepentingan dan kebutuhan rakyat. Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN akan tetap menjadi instrumen penting dan adaptif dalam menjaga kinerja ekonomi, mendorong pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulannya, Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi yang cukup baik dalam menghadapi guncangan eksternal berupa perang dagang global. Meskipun terdapat tantangan dalam pengelolaan APBN, pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat melalui strategi fiskal yang tepat dan responsif.