Kebijakan Proteksionis Trump: Dampak Perang Dagang terhadap Ekonomi Global dan Indonesia

Kebijakan Proteksionis Trump: Dampak Perang Dagang terhadap Ekonomi Global dan Indonesia

Kebijakan proteksionis yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memicu gelombang ketegangan ekonomi global. Penerapan tarif bea masuk impor yang tinggi terhadap sejumlah negara, yang diklaim sebagai langkah untuk melindungi kepentingan ekonomi AS, telah menciptakan apa yang disebut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, sebagai 'permainan perang' (war game) di bidang perdagangan internasional. Sasaran utama kebijakan ini adalah negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia, Tiongkok, dan Vietnam, yang jumlahnya mencapai lebih dari 20 negara.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan Trump menandai pergeseran signifikan dalam lanskap ekonomi global. Era multilateralisme, yang menekankan kerja sama dan aturan perdagangan internasional, telah digantikan oleh pendekatan unilateralisme yang sewenang-wenang. Hal ini terlihat jelas dari kebijakan tarif impor yang dijatuhkan secara sepihak oleh AS, tanpa mengindahkan konsekuensi dan dampaknya terhadap negara lain. Sebagai contoh, Trump mengenakan tarif impor 10% untuk energi dan 25% untuk produk lain dari Kanada, 25% untuk Meksiko, dan 10% untuk Tiongkok. Langkah-langkah proteksionis ini telah memicu reaksi balasan dari negara-negara yang terkena dampak, memperburuk situasi dan memicu eskalasi perang dagang.

Dampak dari kebijakan ini terhadap Indonesia, menurut Sri Mulyani, cukup signifikan dan berpotensi menimbulkan beberapa permasalahan. Meningkatnya biaya rantai pasokan, terutama di sektor manufaktur dan digital, merupakan salah satu tantangan yang utama. Disrupsi rantai pasokan juga berisiko mengganggu kelancaran produksi dan distribusi barang. Selain itu, volatilitas harga komoditas dan sentimen pasar yang negatif juga menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia. Ketidakpastian ekonomi global yang ditimbulkan oleh perang dagang ini membuat para pelaku ekonomi kesulitan dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan.

Di tingkat global, kebijakan Trump telah berdampak pada relokasi dan rekonfigurasi rantai pasokan global. Hal ini mendorong terbentuknya blok-blok ekonomi regional yang lebih kuat sebagai respons terhadap proteksionisme AS, seperti ASEAN dan BRICS. Menteri Sri Mulyani menekankan pentingnya Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan geopolitik dan ekonomi ini dengan memperkuat daya saing dan kedaulatan ekonomi nasional. Peringatan ini sejalan dengan imbauan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto agar Indonesia memperkuat diri dalam menghadapi situasi global yang semakin tidak menentu.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menyoroti hilangnya kepercayaan dan solidaritas di antara negara-negara. Hubungan bilateral yang sebelumnya harmonis, seperti antara AS dan Kanada, kini terganggu oleh perang dagang. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan persahabatan atau friendshoreing tidak lagi menjamin keamanan ekonomi suatu negara. Ketidakpastian ini memaksa semua negara untuk mengevaluasi kembali strategi ekonomi dan hubungan internasional mereka dalam konteks dunia yang semakin kompetitif dan penuh ketidakpastian.

Indonesia, sebagai negara yang terdampak kebijakan proteksionis AS, dituntut untuk mengembangkan strategi yang tepat untuk menghadapi tantangan ini. Penguatan sektor riil, diversifikasi pasar ekspor, dan peningkatan daya saing produk domestik menjadi sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global yang dipicu oleh perang dagang yang diinisiasi oleh AS.