Protes Massal di New York Kecam Penahanan Aktivis Palestina dan Kebijakan AS terhadap Israel
Protes Massal di New York Kecam Penahanan Aktivis Palestina dan Kebijakan AS terhadap Israel
Kota New York menjadi saksi bisu gelombang protes besar-besaran yang dipicu oleh penahanan Mahmoud Khalil, seorang aktivis mahasiswa Palestina, oleh otoritas Amerika Serikat. Ratusan demonstran, sebagian besar merupakan warga keturunan Yahudi yang tergabung dalam kelompok 'Jewish Voice for Peace', menyerbu Trump Tower pada Kamis, 13 Maret 2025, untuk mengecam kebijakan pemerintah AS yang dianggap represif terhadap aktivis pro-Palestina dan dukungan militer AS terhadap Israel. Para demonstran mengenakan kaos merah bertuliskan “Orang Yahudi katakan berhenti mempersenjatai Israel”, menyatakan penolakan mereka terhadap apa yang mereka sebut sebagai kebijakan AS yang memihak dan mengancam kebebasan berekspresi.
Protes yang berlangsung lebih dari satu jam di gedung pencakar langit Manhattan tersebut berjalan di bawah pengawasan ketat aparat keamanan. Sebanyak 98 demonstran ditangkap atas tuduhan pelanggaran hukum. Aparat kepolisian mengerahkan sejumlah besar personel, termasuk menggunakan helikopter dan drone untuk memantau demonstrasi. Pengunjuk rasa yang ditahan diangkut menggunakan bus, termasuk bus kota yang dialihfungsikan. Suasana tegang terasa di lokasi, dengan para turis yang kebingungan menyaksikan insiden tersebut. Meskipun demikian, Kepala Polisi setempat, John Chell, menyatakan bahwa protes berakhir tanpa adanya korban luka atau kerusakan berarti, dan atrium Trump Tower berhasil dibersihkan dari pengunjuk rasa dalam waktu dua jam.
Penangkapan Mahmoud Khalil, yang sebelumnya aktif dalam demonstrasi menentang kebijakan Israel di kampus Universitas Columbia, telah memicu kecaman luas dari berbagai kalangan. James Schamus, seorang pembuat film dan Profesor di Columbia, mengkritik keras penangkapan tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang tidak berdasar dan bermotif politik. Schamus menyatakan bahwa pemerintah AS, di bawah kepemimpinan Presiden Trump, telah secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap pendapat yang pro-Palestina, bahkan menuding Khalil memiliki afiliasi dengan Hamas tanpa bukti yang cukup kuat. Jane Hirschmann, anggota Jewish Voice for Peace, yang memiliki sejarah keluarga yang berkaitan dengan kekejaman Nazi, menyatakan keprihatinannya bahwa tindakan pemerintah AS mencerminkan pola perilaku fasis yang berusaha membungkam suara-suara kritis.
Universitas Columbia sendiri telah memberikan sanksi kepada sejumlah mahasiswa yang terlibat dalam aksi protes sebelumnya yang menentang perang Israel di Gaza. Sanksi tersebut meliputi skorsing beberapa tahun, pencabutan gelar sementara, dan pengusiran. Sanksi ini muncul beberapa hari setelah pemerintah Trump memangkas dana federal untuk universitas tersebut sebesar USD 400 juta, menuduh Columbia gagal mengatasi isu anti-Semitisme. Keputusan tersebut semakin memperkuat kecurigaan bahwa pemerintah Trump secara sistematis menargetkan individu dan lembaga yang mengkritik kebijakan luar negeri AS terkait Israel.
Protes tidak hanya terpusat di Trump Tower. Aksi demonstrasi serupa juga terjadi di Times Square pada Sabtu, 15 Maret 2025, dengan para demonstran mengibarkan bendera dan membawa poster yang mendukung Mahmoud Khalil dan menyerukan penegakan hak asasi manusia. Sebuah demonstrasi lainnya juga diadakan di luar pengadilan New York, dengan para demonstran menuntut pembebasan Khalil yang saat ini ditahan di sebuah fasilitas di Jena, Louisiana. Sidang untuk membahas kasus Khalil akan segera dilaksanakan, dengan para pendukung dan penentangnya akan saling mengajukan argumen.
Penahanan Khalil dan serangkaian protes yang mengikutinya telah memicu perdebatan nasional tentang kebebasan berekspresi, hubungan AS-Israel, dan penggunaan kekuasaan pemerintah untuk membungkam perbedaan pendapat. Kasus ini diprediksi akan semakin memanaskan tensi politik di AS dalam waktu mendatang.