Gubernur Dedi Mulyadi: Kepemimpinan Langsung untuk Akselerasi Penataan Lingkungan

Gubernur Dedi Mulyadi: Kepemimpinan Langsung untuk Akselerasi Penataan Lingkungan

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kerap menjadi sorotan publik karena terjun langsung dalam berbagai aksi penataan lingkungan. Ia terlihat membersihkan sungai yang tercemar sampah, menanam pohon, dan memimpin pembongkaran bangunan liar di area resapan air serta bantaran sungai. Aksi-aksi ini memicu pertanyaan publik mengenai perlunya seorang gubernur turun langsung ke lapangan, alih-alih hanya memerintahkan bawahannya.

Dalam wawancara dengan Kompas.com pada Minggu (16 Maret 2025), Dedi Mulyadi menjelaskan alasan di balik keterlibatan langsungnya. Ia mengakui bahwa dirinya sebenarnya dapat memerintahkan bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Namun, pengalamannya menunjukkan bahwa tanpa kepemimpinan langsung, perintah tersebut seringkali tidak terlaksana. Hal ini, menurutnya, berakar pada sistem birokrasi yang terlalu bergantung pada ketersediaan anggaran yang tercantum dalam mata anggaran.

"Problemnya adalah birokrasi kita hanya bekerja berdasarkan mata anggaran, judul anggaran," tegas Dedi. "Kalau di judul tidak ada anggaran, maka tidak akan dilakukan." Ia memberikan contoh, pembersihan sampah sungai, pengerukan sungai, dan pembongkaran bangunan liar seringkali tidak terealisasi karena tidak adanya alokasi anggaran yang spesifik. Bahkan, meskipun ada anggaran yang tertera, pelaksanaannya pun seringkali terhambat.

Dedi menekankan bahwa keterlibatan langsungnya bertujuan untuk mendorong perubahan mindset dan budaya kerja birokrasi. Ia berharap aksinya menjadi contoh bahwa ASN harus bekerja efektif, terlepas dari adanya atau tidaknya anggaran yang tersedia. "Harus nyerenteng," ujarnya, yang berarti setiap elemen birokrasi harus saling bahu membahu dan proaktif. Kepemimpinan langsungnya menjadi katalisator agar proyek-proyek penataan lingkungan yang krusial dapat berjalan optimal, meskipun tidak selalu didukung oleh anggaran yang sudah tertera dalam rencana.

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa seringkali proyek-proyek penting, seperti pembongkaran bangunan liar di Puncak atau Bekasi, tidak memiliki pos anggaran khusus. Dalam kondisi demikian, pemimpinlah yang harus mengambil inisiatif untuk membuat ‘judul anggaran’ baru, sehingga proyek-proyek penting tersebut dapat terlaksana. Dengan demikian, kepemimpinan langsung yang ditunjukkan oleh Dedi Mulyadi bukan sekadar aksi simbolik, melainkan strategi untuk mengatasi kendala birokrasi dan mempercepat proses penataan lingkungan di Jawa Barat.

Melalui keterlibatan langsung ini, Dedi Mulyadi mencoba untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya tanggung jawab dan proaktifitas seluruh aparatur pemerintah dalam melayani masyarakat, khususnya dalam hal penataan lingkungan. Ia berharap langkah ini dapat menginspirasi perubahan sistem birokrasi yang lebih responsif dan berorientasi pada hasil, tidak sekadar berorientasi pada ketersediaan anggaran.