Aliran Sesat di Maros: Keluarga Terlantar, Anak Putus Sekolah, dan Misteri Hubungan Dua Pimpinan

Aliran Sesat di Maros: Keluarga Terlantar, Anak Putus Sekolah, dan Misteri Hubungan Dua Pimpinan

Laporan dari Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mengungkap dampak buruk dari keberadaan aliran sesat yang disebut Pangissengana Tarekat Ana' Loloa. Aliran ini, yang muncul pada tahun 2024 di Dusun Bonto-bonto, telah menyebabkan penderitaan bagi beberapa keluarga, ditandai dengan penelantaran istri dan anak-anak yang sampai putus sekolah. Kepala Desa Bonto Somba, Suparman, menjadi salah satu pihak yang menerima keluhan langsung dari warga yang terdampak.

Salah satu kasus yang paling menyayat hati adalah kisah seorang perempuan berinisial J. Meskipun ia sendiri bukan anggota aliran sesat tersebut, namun suami dan kedua anaknya menjadi pengikut setia Petta Bau (59), pemimpin aliran Pangissengana Tarekat Ana' Loloa. Akibatnya, J harus menanggung beban ekonomi keluarga seorang diri, sementara suaminya menghabiskan waktu dan uang untuk kegiatan aliran sesat tersebut. Suami J bahkan mengabaikan kebun mereka, sehingga lahan pertanian tersebut kini ditumbuhi rumput liar dan tidak menghasilkan penghasilan. Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta bahwa anak-anak J terpaksa putus sekolah.

"Wanita itu datang kepada saya sambil menangis, memohon agar aliran sesat ini dibubarkan," ungkap Suparman. "Ia menceritakan bagaimana suaminya mengabaikan keluarga dan menghabiskan waktu serta uang untuk Petta Bau. Anak-anaknya tidak bersekolah lagi dan kebun mereka terbengkalai karena suaminya sibuk membantu Petta Bau," tambahnya. Lebih lanjut, Suparman juga mengungkapkan bahwa suami J sampai kehilangan seekor sapi karena terlalu fokus membantu Petta Bau. Kondisi ini menggambarkan betapa aliran sesat tersebut telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan keluarga J.

Situasi semakin rumit dengan kehadiran Petta Tinggi, seorang pria yang tinggal serumah dengan Petta Bau. Status hubungan keduanya masih menjadi misteri dan menimbulkan keresahan di kalangan warga. Marzuki, Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bonto-Bonto, menjelaskan, "Kami resah karena mereka tinggal bersama sejak tahun lalu. Status mereka tidak jelas, apakah suami-istri atau bukan. Ketika ditanyakan, pengikut mereka malah bersikap emosional dan mengancam dengan benda tajam," ujarnya. Upaya untuk meminta klarifikasi kepada Petta Bau dan Petta Tinggi selalu menemui jalan buntu, bahkan keduanya kerap menghindari pertanyaan dan menyembunyikan diri.

Ketidakjelasan status hubungan Petta Bau dan Petta Tinggi, ditambah dengan penelantaran keluarga oleh para pengikut aliran sesat, menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini. Kehadiran aliran Pangissengana Tarekat Ana' Loloa bukan hanya mengancam keharmonisan keluarga, tetapi juga menghambat pendidikan anak-anak dan merusak perekonomian warga. Pihak berwenang perlu segera turun tangan untuk menyelidiki aliran sesat ini dan memberikan perlindungan kepada keluarga-keluarga yang menjadi korban.