KPK Tetapkan Enam Tersangka dalam Kasus Suap Proyek Infrastruktur di OKU Sumsel

KPK Tetapkan Enam Tersangka Kasus Suap Proyek Infrastruktur di OKU Sumsel

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 15 Maret 2025, membongkar jaringan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah daerah dan anggota legislatif. Keenam tersangka tersebut terdiri dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten OKU, Nopriansyah (NOP); tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) OKU, yakni Ferlan Juliansyah (FJ) dari Komisi III, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III, dan Umi Hartati (UH) Ketua Komisi II; serta dua pihak swasta, MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu, 16 Maret 2025, menjelaskan kronologi kasus ini bermula dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun Anggaran 2025. Terungkap adanya kesepakatan jahat antara anggota DPRD OKU dengan pemerintah daerah untuk mengamankan ‘jatah pokir’ atau pokok pikiran anggota dewan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR. Nilai proyek yang awalnya ditargetkan Rp 40 miliar, disepakati dibagi dengan rincian: Ketua dan Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp 5 miliar, sementara anggota dewan lainnya masing-masing mendapatkan Rp 1 miliar. Kendati anggaran akhirnya turun menjadi Rp 35 miliar akibat keterbatasan dana, kesepakatan fee tetap sebesar 20% atau Rp 7 miliar untuk seluruh anggota DPRD yang terlibat.

Lebih lanjut, Setyo menjelaskan, peningkatan signifikan anggaran Dinas PUPR dalam APBD 2025, dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar, menjadi bukti kuat adanya kesepakatan tersebut. Nopriansyah, sebagai Kepala Dinas PUPR, berperan penting dalam mengarahkan sembilan proyek senilai total puluhan miliar rupiah kepada MFZ dan ASS, dengan komitmen fee sebesar 22%; 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD. Proyek-proyek tersebut antara lain:

  • Rehabilitasi rumah dinas bupati (Rp 8,3 miliar)
  • Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati (Rp 2,4 miliar)
  • Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU (Rp 9,8 miliar)
  • Pembangunan jembatan di Desa Guna Makmur (Rp 983 juta)
  • Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Mangkus, Desa Bandar Agung (Rp 4,9 miliar)
  • Peningkatan jalan Desa Panai Makmur, Guna Makmur (Rp 4,9 miliar)
  • Peningkatan Jalan Unit 16 Kedatuan Timur (Rp 4,9 miliar)
  • Peningkatan Jalan Letnan Muda MCB Juned (Rp 4,8 miliar)
  • Peningkatan Jalan Desa Makarti Tama (Rp 3,9 miliar)

Menariknya, penandatanganan kontrak proyek-proyek tersebut dilakukan di Lampung Tengah, menggunakan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan MFZ dan ASS. Menjelang Lebaran, anggota DPRD OKU menagih fee proyek kepada Nopriansyah yang menjanjikan pembayaran melalui pencairan uang muka. Pada 11-12 Maret 2025, MFZ mengurus pencairan uang muka dan menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah pada tanggal 13 Maret 2025. Sebelumnya, pada awal Maret, ASS telah menyerahkan Rp 1,5 miliar kepada Nopriansyah. OTT KPK pada 15 Maret 2025 berhasil menyita uang sebesar Rp 2,6 miliar di rumah Nopriansyah dan mengamankan keenam tersangka beserta sejumlah barang bukti lainnya, termasuk sebuah mobil Toyota Fortuner.

Para tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara MFZ dan ASS dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU Tipikor. Kasus ini menjadi bukti nyata komitmen KPK dalam memberantas korupsi di sektor infrastruktur dan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat.