Desakan Pembongkaran Lokalisasi Gang Royal, Jakarta Barat: Antara Dukungan Warga dan Tantangan Ekonomi
Desakan Pembongkaran Lokalisasi Gang Royal, Jakarta Barat: Antara Dukungan Warga dan Tantangan Ekonomi
Kawasan Gang Royal di Tambora, Jakarta Barat, kembali menjadi sorotan menyusul desakan warga setempat untuk membongkar lokasi prostitusi yang marak di wilayah tersebut. Lurah Pekojan, Syaiful Fuad, mengungkapkan hasil pertemuan dengan warga yang membahas permasalahan ini. Dari delapan perwakilan warga yang diundang, enam di antaranya menyatakan dukungan tegas untuk pembongkaran tempat prostitusi di Gang Royal. Namun, dua perwakilan warga lainnya mengusulkan penundaan tindakan tersebut. Meskipun demikian, Lurah Fuad menegaskan bahwa berdasarkan mayoritas suara warga, surat resmi telah dikirimkan ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Tambora untuk menindaklanjuti aspirasi tersebut. Keputusan ini mencerminkan keinginan kuat warga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terbebas dari praktik prostitusi.
Namun, permasalahan ini tidak sesederhana itu. Praktik prostitusi di Gang Royal telah berulang kali terjadi meskipun telah dilakukan penertiban oleh aparat. Kepala Satpol PP Jakarta, Satriadi Gunawan, menjelaskan bahwa faktor ekonomi menjadi pemicu utama kembalinya aktivitas prostitusi di wilayah tersebut. Pernyataan ini diperkuat dengan razia yang dilakukan oleh Satpol PP Jakarta pada Selasa (11/3/2025) malam. Razia tersebut berhasil mengamankan 14 wanita yang diduga sebagai pekerja seks komersial (PSK) di dua lokasi berbeda di sekitar Gang Royal. Keempat belas wanita tersebut kini tengah dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Sayangnya, hingga saat ini belum diperoleh informasi detail mengenai asal-usul para wanita tersebut dan berapa lama praktik prostitusi telah beroperasi kembali di kawasan tersebut.
Persoalan ini juga memiliki sejarah panjang. Pada September 2023, Satpol PP Jakarta telah melakukan penertiban terhadap sekitar 150 bangunan liar yang diduga digunakan sebagai tempat praktik prostitusi di Gang Royal. Saat itu, bangunan-bangunan tersebut dinyatakan berdiri di atas lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan tidak akan direlokasi karena digunakan untuk kegiatan ilegal yang berkaitan dengan prostitusi. Penertiban tersebut, meskipun signifikan, tidak mampu memberantas akar permasalahan, sehingga praktik prostitusi kembali muncul. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengambil langkah yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk mengatasi masalah ini, tidak hanya sekedar penertiban yang bersifat temporer, namun juga memperhatikan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Pemerintah daerah perlu melakukan kajian mendalam terkait penyebab utama maraknya prostitusi di Gang Royal dan merancang solusi jangka panjang, termasuk program pemberdayaan ekonomi bagi warga sekitar agar tidak terjerat kembali dalam lingkaran prostitusi. Langkah-langkah preventif dan rehabilitatif juga penting untuk diterapkan. Kolaborasi antarinstansi terkait seperti Satpol PP, Dinas Sosial, dan Kepolisian juga krusial untuk memastikan keberhasilan upaya pemberantasan prostitusi ini. Tanpa pendekatan yang holistik, permasalahan di Gang Royal hanya akan menjadi siklus berulang yang terus menerus mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.
Kesimpulannya, desakan warga untuk membongkar lokasi prostitusi di Gang Royal mencerminkan keinginan kuat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Namun, pemerintah daerah perlu merespon tuntutan tersebut dengan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan, menangani akar masalah, dan memberikan solusi yang memberdayakan masyarakat.