Moskwa Tegaskan Netralitas Ukraina sebagai Syarat Perdamaian, Tolak Keras Intervensi NATO
Moskow Tegaskan Netralitas Ukraina sebagai Prasyarat Perdamaian, Tolak Keras Intervensi NATO
Perundingan damai untuk mengakhiri konflik di Ukraina memasuki babak baru yang penuh tantangan. Rusia, melalui Wakil Menteri Luar Negeri Alexander Grushko, kembali menegaskan sikap tegasnya bahwa netralitas Ukraina merupakan syarat mutlak bagi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan. Dalam wawancara dengan media Rusia, Izvestia, pada Senin (17/3/2025), Grushko menekankan bahwa Moskow tidak akan menerima kesepakatan damai yang tidak menjamin status netral Ukraina dan secara eksplisit menutup pintu bagi keanggotaan negara tersebut dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Grushko menyatakan bahwa jaminan keamanan yang kuat bagi Rusia harus menjadi bagian integral dari setiap perjanjian damai. Hal ini mencakup, yang paling krusial, larangan tegas terhadap kehadiran pasukan atau pemantau NATO di wilayah Ukraina, termasuk dalam bentuk pasukan penjaga perdamaian dari negara-negara Barat. Rusia memandang kehadiran pasukan asing, dengan bentuk apapun, sebagai tindakan yang berpotensi memperkeruh situasi dan memperpanjang konflik.
"Tidak peduli dengan nama apa pun kontingen NATO dikerahkan di Ukraina, baik sebagai bagian dari Uni Eropa, NATO, atau dalam kapasitas nasional, itu akan dianggap sebagai pihak dalam konflik dengan segala konsekuensinya," tegas Grushko. Ia menambahkan bahwa wacana mengenai pemantau tak bersenjata atau misi sipil pasca-konflik hanya dapat dibahas setelah perjanjian damai resmi disepakati dan netralitas Ukraina terjamin.
Sementara itu, upaya diplomasi internasional terus berlanjut. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tengah berupaya mendapatkan dukungan dari Presiden Rusia Vladimir Putin untuk proposal gencatan senjata selama 30 hari yang telah diterima Ukraina. Utusan AS untuk Ukraina, Steve Witkoff, melaporkan pertemuan yang disebutnya 'positif' dengan Putin di Moskow. Namun, Putin menegaskan bahwa setiap gencatan senjata atau perjanjian damai harus memenuhi syarat-syarat yang dianggap krusial oleh Moskow, termasuk, sekali lagi, netralitas Ukraina.
Beberapa negara Eropa, termasuk Inggris dan Perancis, telah menyatakan kesiapannya untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian untuk memantau gencatan senjata. Australia pun menyatakan sikap terbuka terhadap opsi tersebut. Namun, Rusia dengan tegas menolak usulan ini. Pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang menyebutkan bahwa keputusan terkait pasukan penjaga perdamaian sepenuhnya berada di tangan Ukraina, dibantah oleh Grushko. Ia menegaskan bahwa stabilitas regional hanya dapat tercapai jika Ukraina tetap netral dan bebas dari kehadiran militer asing.
Grushko menambahkan, "Hanya dengan begitu, keamanan Ukraina dan seluruh kawasan akan terjamin, karena salah satu akar penyebab konflik akan dihilangkan." Perundingan damai saat ini masih menghadapi jalan yang terjal, dengan kedua belah pihak yang memegang teguh posisinya. Komunitas internasional terus berupaya mencari solusi diplomatik untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun ini.
Meskipun terdapat upaya gencatan senjata dan mediasi, perbedaan mendasar antara Rusia dan Ukraina, khususnya mengenai status netralitas Ukraina dan peran NATO, masih menjadi penghalang utama menuju penyelesaian damai. Ketegangan geopolitik dan perbedaan kepentingan internasional semakin memperumit proses perdamaian.
Kesimpulan: Sikap tegas Rusia mengenai netralitas Ukraina dan penolakan terhadap intervensi NATO menjadi poin kunci dalam perundingan damai. Jalan menuju penyelesaian konflik masih panjang dan penuh tantangan, membutuhkan kompromi dan itikad baik dari semua pihak yang terlibat.