Pemangkasan Anggaran Dramatis: Voice of America dan Media Global AS Terancam Gulung Tikar

Pemangkasan Anggaran Dramatis: Voice of America dan Media Global AS Terancam Gulung Tikar

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memicu kontroversi besar dengan mengeluarkan perintah eksekutif yang membekukan pendanaan untuk sejumlah media global yang didanai pemerintah AS. Langkah drastis ini berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di Voice of America (VOA), Radio Free Asia, dan Radio Free Europe/Radio Liberty, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kebebasan pers dan pengaruh global Amerika Serikat. Pemotongan anggaran yang signifikan ini, yang digambarkan Gedung Putih sebagai upaya untuk memangkas 'propaganda radikal', telah memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk anggota Kongres dan organisasi advokasi kebebasan pers.

Keputusan Trump untuk menghentikan pendanaan tiba-tiba ini telah mengejutkan banyak pihak, mengingat peran penting media-media tersebut dalam melawan disinformasi dan propaganda dari negara-negara seperti Rusia dan Tiongkok. Berabad-abad lamanya, media-media ini telah menjadi pilar penting dalam menyebarkan informasi yang akurat dan independen ke negara-negara yang memiliki kendala akses informasi bebas. Direktur VOA, Michael Abramowitz, menyatakan keprihatinannya bahwa tindakan ini akan melumpuhkan misi vital VOA, yang telah menjangkau ratusan juta orang setiap minggunya melalui siaran dalam berbagai bahasa.

Lebih dari 1.300 karyawan VOA, termasuk Abramowitz sendiri, menerima pemberitahuan PHK pada akhir pekan. Email pemberitahuan yang disampaikan secara tiba-tiba memerintahkan karyawan untuk segera menyerahkan kartu pers dan perlengkapan kantor, dan dilarang memasuki gedung kantor. Situasi ini menjadi semakin kompleks dengan sebagian besar karyawan kontrak, yang banyak di antaranya adalah warga negara asing, menerima instruksi untuk menghentikan pekerjaan dan kehilangan akses ke sistem agensi. Karyawan kontrak ini membentuk sebagian besar tenaga kerja yang beroperasi dalam layanan bahasa non-Inggris VOA. Para karyawan tetap (full-time) sementara itu, menjalani cuti administratif.

Langkah Trump ini bukan hanya menghancurkan institusi media yang telah berdiri selama puluhan tahun, tetapi juga menimbulkan implikasi strategis yang mendalam. Pemimpin Radio Free Europe/Radio Liberty, Stephen Capus, menggambarkan pemotongan pendanaan ini sebagai 'hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika'. Media pemerintah Tiongkok, yang secara agresif memperluas jangkauan mereka dalam beberapa tahun terakhir, kemungkinan akan diuntungkan dari hilangnya pesaing utama dalam penyebaran informasi. Radio Free Asia, yang memiliki misi penting dalam menyediakan informasi kepada negara-negara seperti Tiongkok, Myanmar, dan Korea Utara, juga menjadi korban pemotongan anggaran ini.

Kritik terhadap kebijakan ini datang dari berbagai pihak. Anggota Kongres dari Partai Demokrat, Gregory Meeks dan Lois Frankel, memperingatkan tentang dampak jangka panjang langkah ini terhadap upaya melawan propaganda global. Reporters Without Borders mengecam tindakan ini sebagai ancaman terhadap kebebasan pers internasional. Bahkan di dalam pemerintahan Trump sendiri, kebijakan ini telah menimbulkan perdebatan, mengingat kekuasaan konstitusional Kongres atas anggaran pemerintah. Radio Free Asia, khususnya, telah menerima dukungan bipartisan di masa lalu, yang mengindikasikan kemungkinan adanya tantangan hukum terhadap kebijakan ini di masa depan. Salah seorang karyawan VOA bahkan menggambarkan situasi ini sebagai 'contoh sempurna dari kekacauan'. Ketakutan akan deportasi dan bahaya bagi jurnalis yang bekerja di negara otoriter turut menambah keparahan situasi ini.

Kesimpulannya, pemotongan anggaran secara mendadak ini bukan hanya menandai berakhirnya era penyebaran informasi global oleh VOA dan media afiliasinya, tetapi juga memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap kebebasan pers, keamanan nasional, dan pengaruh AS di dunia internasional. Nasib media-media ini, dan dampak jangka panjangnya, masih belum jelas, namun satu hal yang pasti: keputusan kontroversial ini akan meninggalkan jejak yang dalam pada lanskap media global.