Kematian Remaja di Asahan: Investigasi KontraS Ungkap Dugaan Penganiayaan oleh Aparat
Kematian Remaja di Asahan: Investigasi KontraS Ungkap Dugaan Penganiayaan oleh Aparat
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara telah menyelesaikan investigasi terkait kematian tragis Pandu Brata Syahputra Siregar (18 tahun) di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Investigasi yang dilakukan pada 14 Maret 2025 ini melibatkan pengumpulan data, observasi lapangan, dan wawancara mendalam dengan keluarga korban, saksi mata, dan tokoh masyarakat setempat. Temuan investigasi KontraS mengungkap kronologi kejadian yang mengarah pada dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Berdasarkan keterangan saksi dan keluarga, peristiwa bermula pada Sabtu, 8 Maret 2025, pukul 22.00 WIB. Pandu dan sembilan rekannya tengah berkumpul di sebuah warung kopi di Jalan Durian. Sekitar tengah malam, saat hendak pulang, mereka menemukan sekelompok pemuda tengah mengikuti lomba balap lari di pinggir Jalan Perdemuan, area perkebunan PT Sintong. Kehadiran polisi pada Minggu, 9 Maret 2025, pukul 00.30 WIB untuk membubarkan kegiatan tersebut menjadi titik balik peristiwa nahas ini. Setelah tembakan peringatan dilepaskan, para pemuda berhamburan. Pandu dan empat rekannya berusaha melarikan diri menggunakan satu sepeda motor.
Dalam upaya pengejaran, polisi diduga mencoba menghentikan mereka dengan menendang sepeda motor yang ditumpangi Pandu. Akibatnya, Pandu dan teman-temannya terjatuh. Lebih tragis lagi, Pandu tertabrak oleh sepeda motor polisi yang mengejarnya. Saksi mata melaporkan bahwa setelah terjatuh, Pandu diduga ditendang sebanyak dua kali oleh polisi. Penderitaan Pandu semakin terlihat dari kesaksian warga sekitar yang mendengar jeritan minta ampun dan tolong dari korban.
Setelah kejadian tersebut, Pandu dilarikan ke Puskesmas Simpang Empat untuk mendapatkan perawatan akibat luka di pelipis mata yang kemudian dijahit. Selanjutnya, ia dibawa ke Polsek Simpang Empat dan menjalani tes urine sebanyak dua kali. Hasil tes pertama negatif, sementara hasil tes kedua dinyatakan tidak jelas oleh pihak kepolisian, namun polisi tetap menyatakan Pandu positif narkoba. Selama berada di Polsek, Pandu sempat menghubungi keluarganya namun tidak mendapat respon. Karena merasakan sakit perut yang luar biasa, ia meminta teman-temannya untuk menjemputnya.
Sekitar pukul 10.00 WIB pada Minggu, 9 Maret 2025, Pandu dijemput oleh keponakan dan temannya. Mereka membawanya ke tempat kos dan mendengar langsung cerita mengenai insiden penendangan dan penabrakan yang dialaminya. Meskipun mengeluhkan sakit perut yang hebat, upaya untuk berobat baru dilakukan pada Senin, 10 Maret 2025, pukul 07.00 WIB. Hasil rontgen yang dilakukan di rumah sakit menunjukkan adanya bercak darah di ulu hati dan lambung korban, mengindikasikan adanya pendarahan internal. Kondisi Pandu memburuk hingga akhirnya meninggal dunia sekitar pukul 16.30 WIB pada hari yang sama.
Pasca kejadian, kampung Perdamean, lokasi kejadian, sering didatangi polisi yang mencari informasi dari warga sekitar. Polda Sumut, melalui Plt. Kabid Humas Kombes Yudhi Surya Markus Pinem, menyatakan akan mengawasi proses penyelidikan Polres Asahan secara transparan dan menjanjikan tindakan tegas jika ditemukan pelanggaran oleh personel kepolisian. Polisi juga telah melakukan ekshumasi jenazah Pandu untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut. Keluarga korban juga telah membuat laporan polisi terkait insiden ini. Hasil ekshumasi dan penyelidikan akan diumumkan dalam konferensi pers.
KontraS mendesak pihak berwajib untuk melakukan investigasi yang independen dan transparan untuk mengungkap kebenaran dibalik kematian Pandu dan menuntut pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan penganiayaan tersebut. Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil dan perlindungan terhadap warga sipil dari potensi kekerasan aparat.