Kematian di Bulan Ramadan: Keutamaan dan Pandangan Ulama
Kematian di Bulan Ramadan: Keutamaan dan Pandangan Ulama
Kematian merupakan kepastian bagi setiap insan. Tak seorang pun mengetahui kapan dan di mana ajal akan menjemput. Peristiwa wafat seseorang di bulan Ramadan, bulan suci penuh berkah, seringkali memunculkan pertanyaan: apakah kematian di bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri? Pandangan masyarakat yang menganggapnya sebagai tanda keistimewaan perlu dikaji lebih mendalam dengan merujuk pada dalil-dalil agama dan pendapat para ulama.
Hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin Murrah al-Juhni, sebagaimana tercantum dalam buku Keistimewaan Puasa Menurut Syariat & Kedokteran karya Syeikh Mutawalli Sya'rawi, menceritakan seorang pria yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang amalan-amalannya. Rasulullah SAW menyatakan bahwa barangsiapa yang meninggal dunia setelah mengucapkan syahadat, menunaikan salat lima waktu, berpuasa Ramadan, melaksanakan salat Tarawih, dan menunaikan zakat, maka ia termasuk golongan syuhada' dan shiddiqin. Hadits ini menekankan pentingnya amal saleh sebagai faktor penentu kehidupan setelah kematian, bukan semata-mata waktu wafatnya.
Namun, buku Jawahir Al Bukhari karya Syaikh Muhammad Musthafa Imarah menambahkan konteks penting. Keistimewaan wafat di bulan Ramadan, menurut tafsir ini, lebih relevan bagi mereka yang telah menjalani hidup dengan penuh ketakwaan dan amal saleh. Keutamaan bukan terletak pada bulan Ramadan itu sendiri, melainkan pada konsistensi ibadah dan amal baik yang dilakukan sepanjang hayat. Ramadan hanya menjadi momentum untuk memperbanyak amal saleh, bukan penentu utama.
Pendapat Mufti Mesir, Syekh Syauqi 'Allam, memberi perspektif lain. Beliau menyatakan bahwa seseorang boleh berharap Ramadan menjadi faktor pendukung masuk surga, mengingat peningkatan amal saleh dan ibadah di bulan tersebut. Namun, harapan ini tetap berlandaskan amal perbuatan selama hidup. Hal senada diungkapkan dalam fatwa Syekh Nur Ali Salman dari Dairatul Ifta Yordania yang menegaskan bahwa masuk surga adalah karunia Allah SWT, yang didasarkan pada amal saleh, bukan semata-mata waktu kematian.
Kedua fatwa tersebut, yang diringkas dalam kutipan Arab dan terjemahannya, menegaskan bahwa masuk surga ditentukan oleh amal saleh, bukan hanya waktu wafat. Ramadan, sebagai bulan penuh berkah, memberikan kesempatan yang lebih luas untuk beramal saleh, tetapi bukan jaminan langsung masuk surga. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa kematian di bulan Ramadan bukanlah jaminan otomatis menuju surga, melainkan kesempatan untuk mengakhiri kehidupan dengan amal saleh yang telah dilakukan sebelumnya.
Kesimpulannya, kematian di bulan Ramadan bukanlah penentu utama keselamatan seseorang di akhirat. Keutamaan lebih ditekankan pada kualitas amal saleh yang dilakukan sepanjang hidup, termasuk di bulan Ramadan. Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang isu ini. Wallahu a'lam.