Kerajaan Perlak: Jejak Tertua Peradaban Islam di Nusantara
Kerajaan Perlak: Jejak Tertua Peradaban Islam di Nusantara
Persepsi umum tentang Kerajaan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia perlu dikaji ulang. Temuan-temuan sejarah dan arkeologi menunjukkan bukti kuat yang menempatkan Kerajaan Perlak di Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai kerajaan Islam tertua di Nusantara. Berdiri sejak tahun 840 Masehi, jauh lebih awal dari berdirinya Samudra Pasai pada 1267 Masehi, Kerajaan Perlak menyajikan narasi yang lebih kaya dan kompleks tentang awal mula perkembangan Islam di Indonesia.
Berdirinya Kerajaan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M) ditandai dengan penetapan Sultan Alauddin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah sebagai rajanya. Bukti-bukti sejarah yang mendukung klaim ini antara lain berasal dari jurnal akademik “Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Hingga Lahirnya Kerajaan Islam di Aceh: Lembaga dan Tokohnya” yang ditulis oleh Masruraini, dkk., dari UIN Alauddin Makassar. Penelitian ini memperkuat posisi Kerajaan Perlak sebagai cikal bakal peradaban Islam di Indonesia. Lebih lanjut, bukti arkeologis berupa temuan artefak kerajaan juga mendukung narasi ini. Penemuan-penemuan ini, meskipun masih memerlukan kajian lebih lanjut secara komprehensif, memberikan gambaran tentang kehidupan dan sistem pemerintahan Kerajaan Perlak.
Beberapa temuan arkeologi yang signifikan terkait Kerajaan Perlak antara lain:
- Mata Uang: Kerajaan Perlak memiliki sistem mata uang sendiri yang terdiri dari tiga jenis: emas (dirham), perak (kupang), dan tembaga (kuningan). Keberadaan mata uang ini menunjukkan tingkat perekonomian yang maju dan terorganisir.
- Stempel Kerajaan: Penemuan stempel kerajaan dengan ukiran tulisan Arab, “Al Watsiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512”, merupakan bukti otentik yang mengukuhkan eksistensi kerajaan ini. Angka 512 menandakan tahun penanggalan Hijriyah, yang membutuhkan analisis lebih lanjut untuk penentuan tahun Masehi yang tepat.
Nama Peureulak atau Perlak sendiri memiliki makna yang menarik. Mengacu pada sumber-sumber historis, nama ini berasal dari jenis pohon yang digunakan untuk membuat perahu oleh nelayan setempat. Di lain sisi, dalam bahasa Persia, Peureulak disebut sebagai Taj Alam, yang berarti mahkota alam, sebuah metafora yang menggambarkan posisi strategis dan pentingnya kerajaan ini dalam sejarah.
Perkembangan Islam di Perlak tak lepas dari peran aktif Dinasti Abbasiyah. Pada abad ke-1 Hijriah (790 M), Khalifah Harun Al-Rasyid mengirimkan armada dakwah yang terdiri dari para ulama dan mubaligh dari Arab, Persia, dan India. Setelah singgah di Barus, Sumatra Utara, rombongan dakwah ini tiba di Peureulak dan disambut baik oleh Maharaja Syahir Nuwi. Kehadiran mereka menandai awal mula penyebaran Islam di wilayah ini, yang kemudian berkembang dan melahirkan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Aceh, seperti Pasai (1267 M), Pedir (1400 M), Daya (1480 M), dan Aceh Darussalam (1496 M).
Kajian lebih lanjut terhadap naskah-naskah kuno, seperti Kitab Idharul Haqq karya Abu Ishak Makarani al-Fasy, Kitab Tazkirah Jumu Sulthan as-Salathin karangan Syekh Syamsul Bahri al-Asyi, dan Kitab silsilah raja-raja Perlak dan Pasai, sangat krusial untuk mengungkap lebih banyak detail sejarah Kerajaan Perlak dan perannya dalam perkembangan peradaban Islam di Indonesia. Penelitian yang komprehensif dan kolaboratif antara arkeolog, sejarawan, dan ahli epigrafi sangat penting untuk menggali dan mengungkap lebih lanjut kekayaan sejarah Kerajaan Perlak yang menjadi bagian penting dari sejarah Nusantara.