Perjalanan Berat Seorang Ibu Menghadapi Gagal Ginjal Kronis: Dari Gejala Urine hingga Dialisis
Perjalanan Berat Seorang Ibu Menghadapi Gagal Ginjal Kronis: Dari Gejala Urine hingga Dialisis
Hafsa Begum, seorang ibu tiga anak dari Bradford, Inggris, mengalami perjuangan hidup yang berat setelah didiagnosis menderita gagal ginjal kronis. Perjalanan penyakitnya bermula dari gejala yang tampak sederhana, namun berujung pada perawatan medis intensif dan perubahan hidup yang signifikan. Awalnya, Hafsa merasakan adanya darah dalam urine, nyeri pinggang, dan detak jantung yang tidak normal saat bekerja pada Mei 2023. Khawatir dengan kondisi kesehatannya, ia segera memeriksakan diri ke dokter.
Hasil tes darah menunjukkan penurunan drastis fungsi ginjal. Pemeriksaan lebih lanjut, termasuk CT Scan dan biopsi, mengungkap diagnosis yang mengejutkan: trombosis ginjal, kondisi di mana gumpalan darah menyumbat pembuluh darah di ginjal, menyebabkan cedera ginjal akut (AKI). Meskipun dokter berhasil menstabilkan fungsi ginjal Hafsa hingga 19 persen dan memulangkannya dari rumah sakit, perjuangannya belum berakhir.
Kemerosotan Kondisi dan Perawatan Dialisis
Pada awal 2024, kondisi Hafsa memburuk drastis. Ia mengalami berbagai gejala, termasuk muntah, mual, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang signifikan—semuanya menandakan perkembangan penyakit ginjal kronis. Puncaknya, pada Maret 2024, ginjalnya gagal berfungsi sepenuhnya, mengharuskannya menjalani dialisis atau cuci darah untuk mempertahankan hidupnya. Sejak saat itu, Hafsa menjalani dialisis tiga kali seminggu, masing-masing sesi berlangsung selama tiga setengah jam—sebuah rutinitas yang menguras waktu dan energinya.
Dialisis, meskipun menyelamatkan nyawanya, telah membawa dampak besar pada kehidupan Hafsa. Ia merasakan berbagai efek samping yang melelahkan, termasuk tekanan darah tinggi, pusing, kelelahan, telinga berdenging, dan rasa dingin yang ekstrem. Nyeri otot dan tulang yang terus-menerus juga mengganggu tidurnya. Sebagai seorang ibu dan perawat, Hafsa yang dulunya aktif kini terikat pada jadwal dialisis tiga kali seminggu, kehilangan waktu berharga bersama keluarga dan membatasi aktivitas hariannya.
Tantangan Fisik, Emosional, dan Finansial
Selain dampak fisik, Hafsa juga menghadapi tantangan emosional dan finansial yang berat. Ia harus mengikuti diet ketat dan membatasi aktivitas, yang membuatnya sulit untuk menikmati kegiatan keluarga dan liburan seperti sebelumnya. Beban emosional ini telah memaksanya untuk mencari konseling untuk mengatasi perubahan hidup yang dramatis dan dampaknya terhadap kesehatan mentalnya.
Ketidakpastian masa depan juga menambah beban pikirannya. Hafsa merasa kesulitan menerima kenyataan bahwa ia menderita penyakit ini tanpa faktor risiko yang jelas seperti pola makan buruk atau gaya hidup tidak sehat. Kondisi ini juga telah membatasi kemampuannya untuk bekerja penuh waktu, memaksanya untuk bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Meskipun lelah dan menghadapi berbagai keterbatasan, Hafsa tetap berjuang untuk menjaga semangatnya dan tetap aktif berkontribusi, meskipun hanya sebagian waktu.
Harapan untuk Masa Depan
Saat ini, harapan Hafsa terletak pada transplantasi ginjal. Namun, hingga saat itu tiba, ia akan terus berjuang melalui perawatan dialisis, mengatasi berbagai tantangan fisik, emosional, dan finansial dengan tekad dan dukungan keluarga serta tim medisnya. Kisahnya menjadi pengingat akan pentingnya deteksi dini penyakit ginjal dan pentingnya dukungan untuk mereka yang berjuang melawan penyakit kronis ini.