Aktivis Penentang Revisi UU TNI Dilaporkan ke Polisi, Tim Advokasi: Hak Konstitusional

Aktivis Penentang Revisi UU TNI Dilaporkan ke Polisi, Tim Advokasi: Hak Konstitusional

Dua aktivis, Andrie Yunus dari KontraS dan Javier Maramba Pandin dari Imparsial, dilaporkan ke Polda Metro Jaya menyusul aksi mereka yang menggeruduk rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu, 15 Maret 2025. Laporan polisi tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, atas laporan petugas keamanan hotel berinisial RYK. Ketiga aktivis tersebut, yang merupakan bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk sektor keamanan, menyatakan keberatan atas proses pembahasan revisi UU TNI yang dianggap tidak transparan dan berpotensi menghidupkan kembali doktrin dwifungsi TNI. Mereka berupaya memasuki ruang rapat, namun dihalangi petugas keamanan.

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), yang membela Andrie dan Javier, mengatakan tindakan kliennya merupakan bagian dari hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan mengawasi proses legislasi. Arif Maulana, anggota TAUD, menjelaskan bahwa aksi tersebut bukanlah tindakan kriminal. "Yang dilakukan klien kami semata-mata untuk menggunakan haknya sebagai warga negara dalam mengawasi proses legislasi yang dinilai menyimpang," ujar Arif dalam keterangan pers di Polda Metro Jaya, Selasa, 18 Maret 2025. TAUD menekankan tidak adanya unsur ancaman, kekerasan, intimidasi, fitnah, atau perusakan yang dilakukan oleh para aktivis selama aksi tersebut. Justru, TAUD balik mempertanyakan tindakan DPR dan pemerintah dalam proses pembahasan revisi UU TNI yang dianggap tertutup dan tidak demokratis. "Bukankah yang melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi justru DPR dan pemerintah? Menyusun undang-undang secara sembunyi-sembunyi, tidak partisipatif, dan tidak demokratis, bukankah itu kejahatan legislasi?" tegas Arif. TAUD menilai ironis bahwa warga negara yang menyuarakan protes terhadap proses legislasi yang dianggap cacat justru yang dilaporkan secara pidana.

Kronologi kejadian menunjukkan bahwa Andrie Yunus mencoba memasuki ruang rapat Ruby 1 dan 2 di Hotel Fairmont. Ia dihalangi oleh staf hotel dan sempat terdorong hingga jatuh. Bersama dua aktivis lainnya, Andrie kemudian meneriakkan protes di depan pintu ruang rapat, menuntut penghentian pembahasan revisi UU TNI dan menolak upaya menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Aksi ini menjadi sorotan publik, menimbulkan perdebatan mengenai batas antara hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan pelanggaran hukum.

Insiden ini mengungkap dilema antara hak warga negara untuk berpartisipasi dalam proses legislasi dan upaya penegakan hukum atas pelanggaran ketertiban. Perdebatan ini akan terus berlanjut seiring dengan proses hukum yang berjalan dan perhatian publik terhadap transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembuatan undang-undang di Indonesia.

Poin-poin penting: * Dua aktivis dilaporkan ke polisi setelah menggeruduk rapat Panja Revisi UU TNI. * Tim Advokasi membela kliennya, menyatakan aksi tersebut sebagai hak konstitusional. * TAUD mempertanyakan transparansi dan demokratisasi proses legislasi RUU TNI. * Aksi protes diwarnai upaya masuk paksa ke ruang rapat dan penghadangan oleh petugas keamanan. * Peristiwa ini memicu perdebatan mengenai hak berekspresi dan penegakan hukum.