Dugaan Korupsi Proyek Irigasi Bubi Rp 226,9 Miliar di Seram Timur Dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum

Dugaan Korupsi Proyek Irigasi Bubi Rp 226,9 Miliar di Seram Timur Dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum

Lembaga Nanaku Maluku dan LSM Rumah Muda Anti Korupsi resmi melaporkan dugaan penyelewengan dana proyek pembangunan jaringan irigasi Bubi di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, ke pihak berwajib. Proyek senilai Rp 226,9 miliar yang dibiayai Kementerian Pekerjaan Umum dan dikerjakan tahun 2017-2020 ini dilaporkan mangkrak meski anggaran telah dicairkan 100 persen. Laporan tersebut disampaikan kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku pada Senin, 17 Maret 2025, dan juga telah disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung pada 10 Maret 2025.

Pelaporan tersebut dilakukan oleh kedua lembaga tersebut didampingi oleh kuasa hukum mereka, Muhamad Gurium. Ketua Lembaga Nanaku Maluku, Usman Bugis, menyatakan bahwa proyek yang dimenangkan PT GKB KSO ini dianggap tidak sesuai dengan spesifikasi dan telah menimbulkan kerugian negara yang signifikan. Pihak yang dilaporkan adalah Ketua Balai Wilayah Sungai Maluku dan PT GKB selaku kontraktor pelaksana. Keduanya diduga bertanggung jawab atas kegagalan proyek dan adanya indikasi korupsi dalam pengelolaan anggaran.

"Proyek ini dianggarkan sebesar Rp 226,9 miliar dan anggarannya telah cair 100 persen, namun kondisi fisik proyek jauh dari harapan dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat," ungkap Usman Bugis dalam keterangannya kepada awak media pada Selasa, 18 Maret 2025. Usman menambahkan bahwa berdasarkan peninjauan langsung ke lokasi proyek, pembangunan irigasi tersebut dikerjakan secara asal-asalan dan tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kajian yang dilakukan kedua lembaga tersebut menyimpulkan adanya dugaan praktik korupsi yang menyebabkan proyek tersebut mangkrak.

Dugaan pelanggaran hukum yang dilaporkan meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2008, PP Nomor 38 Tahun 2011, PP Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan PP Nomor 99 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menanggapi laporan tersebut, Direktur Ditreskrimsus Polda Maluku, Kombes Piter Yanottama, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP). Ia menjelaskan bahwa proses pembuktian kasus korupsi membutuhkan waktu dan tahapan penyelidikan yang teliti, termasuk klarifikasi berbagai pihak dan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara.

"Perkara korupsi adalah tindak pidana extra ordinary crime, sehingga membutuhkan proses penyelidikan yang komprehensif untuk memastikan ada atau tidaknya unsur pidana," jelas Kombes Piter. Pihaknya akan berkoordinasi dengan BPK untuk memastikan adanya temuan kerugian negara yang direkomendasikan untuk dikembalikan. Proses penyelidikan ini akan melibatkan klarifikasi dari berbagai pihak yang terkait dengan proyek tersebut.

Langkah pelaporan ke berbagai lembaga penegak hukum ini diharapkan dapat mengungkap dugaan korupsi dan memastikan para pihak yang bertanggung jawab dapat diproses sesuai hukum yang berlaku, serta mengembalikan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan akibat proyek irigasi tersebut.