Kematian Tragis RW: Duka Mendalam Keluarga dan Kerusuhan di Lombok Utara Akibat Tekanan Aparat

Kematian Tragis RW: Duka Mendalam Keluarga dan Kerusuhan di Lombok Utara Akibat Tekanan Aparat

Tragedi kematian RW (27) di Lombok Utara telah memicu gelombang kemarahan dan aksi protes di tengah masyarakat. Keluarga RW menuduh aparat kepolisian telah memberikan tekanan yang berujung pada tindakan bunuh diri almarhum. Kejadian ini berbuntut pada kerusuhan yang terjadi pada Senin malam (17/3/2025) di Mapolsek Kayangan, yang mengakibatkan kerusakan signifikan pada bangunan dan beberapa kendaraan. Amuk massa juga meluas ke Alfamart di pertigaan Kayangan.

Kerusakan yang terjadi cukup parah. Hampir seluruh kaca jendela dan pintu Mapolsek Kayangan hancur, pintu pagar rusak, dan dua unit sepeda motor hangus terbakar. Sisa-sisa batu yang digunakan sebagai alat pelempar telah dikumpulkan sebagai barang bukti. Pihak kepolisian telah mengerahkan personel Polres Lombok Utara dan Sat Brimob Polda NTB untuk mengamankan lokasi dan situasi di sekitar Mapolsek Kayangan dan Alfamart yang menjadi sasaran kemarahan warga. Menurut DK, seorang saksi mata yang berada di lokasi kejadian saat kerusuhan berlangsung, jumlah petugas keamanan dinilai tidak sebanding dengan massa yang beraksi. Bahkan, ia menyaksikan polisi lain melindungi keluarganya yang tinggal di asrama di belakang Mapolsek. Situasi berhasil dikendalikan meski aksi perusakan sempat menimbulkan kekacauan.

Tragedi ini bermula dari kasus dugaan pencurian telepon genggam milik karyawan Alfamart yang terjadi pada Jumat (7/3/2025). Meskipun almarhum RW telah mengembalikan telepon genggam tersebut dalam waktu kurang dari 24 jam dan telah terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang disaksikan oleh Kepala Dusun Batu Jompang, Wardiono, dan pemilik handphone, proses hukum tetap dilanjutkan. Wardiono menjelaskan bahwa almarhum RW sangat tertekan karena merasa dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Bahkan, menurut keterangan Nasrudin (53), ayah RW, almarhum diintimidasi dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 500 juta.

Nasrudin, yang masih terpukul atas kepergian anaknya, mengungkapkan bahwa RW mengalami depresi berat akibat tekanan dari aparat kepolisian. Ia menceritakan bahwa anaknya menolak mengakui tuduhan pencurian tersebut karena merasa tidak bersalah. Pernyataan Nasrudin ini diperkuat oleh kesaksian Wardiono yang menjelaskan bahwa pihak keluarga korban dan pelapor telah mencapai kesepakatan damai. Keluarga RW berharap pihak kepolisian dapat menghormati kesepakatan tersebut dan hasil musyawarah adat setempat. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius terkait proporsionalitas penegakan hukum dan dampak psikologis terhadap tersangka, khususnya dalam kasus yang melibatkan perdamaian antar pihak.

Kasus ini menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penanganan kasus, terutama yang melibatkan potensi konflik sosial dan dampak psikologis terhadap individu yang terlibat. Aksi perusakan yang terjadi menunjukkan betapa besarnya kekecewaan dan kemarahan masyarakat terhadap proses hukum yang dianggap tidak adil. Ke depan, diharapkan pihak kepolisian lebih bijak dan humanis dalam menangani kasus-kasus serupa, dengan mempertimbangkan aspek keadilan, restoratif justice, dan dampak sosial yang mungkin timbul.

Kronologi Kejadian: * Jumat (7/3/2025): Terjadi dugaan pencurian handphone milik karyawan Alfamart. * RW mengembalikan handphone kurang dari 24 jam kemudian. * Tercapai kesepakatan damai antara keluarga RW dan pelapor. * Meskipun telah berdamai, proses hukum tetap berjalan, menyebabkan RW tertekan. * Senin (17/3/2025): RW ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri. * Senin malam (17/3/2025): Warga melakukan aksi perusakan di Mapolsek Kayangan dan Alfamart.