Pukat UGM Kritik Rencana Penjara Pulau Terpencil: Tak Efektif Atasi Korupsi
Pukat UGM Kritik Rencana Penjara Pulau Terpencil: Tak Efektif Atasi Korupsi
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini melontarkan gagasan pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil. Gagasan ini, menurutnya, bertujuan untuk mencegah para koruptor melarikan diri dan memberikan efek jera. Namun, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadah Mada (Pukat UGM) menilai rencana tersebut kurang tepat sasaran dan tidak menyelesaikan akar permasalahan korupsi di Indonesia.
Zaenur Rohman, peneliti Pukat UGM, menyatakan bahwa wacana tersebut tidak mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang akar masalah korupsi. Menurutnya, korupsi merupakan kejahatan yang bermotif ekonomi, dan hukuman penjara semata, meskipun di lokasi terpencil, tidak akan cukup untuk memberantasnya. “Pidato Presiden terlihat kurang memahami langkah-langkah efektif pemberantasan korupsi. Membangun penjara di pulau terpencil agar koruptor tidak kabur, apakah itu benar-benar efektif memberikan efek jera?” tanya Zaenur dalam keterangan pers, Selasa (18/3/2025).
Zaenur menekankan perlunya strategi yang lebih komprehensif. Ia mengusulkan dua pendekatan utama: perampasan aset hasil kejahatan (asset recovery) dan penetapan denda yang sangat tinggi. “Korupsi harus ditangani dengan cara memiskinkan koruptor, bukan hanya memenjarakan mereka,” tegasnya. Perampasan aset, menurutnya, akan mengembalikan kerugian negara dan mencegah pengayaan para pelaku korupsi. Sementara denda yang tinggi akan memberikan sanksi ekonomi yang signifikan.
Selain itu, Pukat UGM juga menyoroti pentingnya revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Revisi tersebut, menurut Zaenur, harus mencakup beberapa poin penting:
- Penguatan pasal yang mampu menjerat pelaku pengayaan tidak wajar.
- Penetapan denda yang jauh lebih tinggi bagi pelaku korupsi.
- Penyempurnaan RUU Perampasan Aset untuk memungkinkan perampasan aset pelaku korupsi yang melarikan diri.
Pentingnya reformasi internal lembaga penegak hukum juga ditekankan oleh Pukat UGM. Zaenur berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak akan efektif jika lembaga penegak hukumnya sendiri masih memiliki masalah integritas. “Indonesia tidak bisa membersihkan korupsi jika sapu pembersihnya masih kotor,” ujarnya. Ia menyarankan beberapa langkah reformasi, termasuk:
- Revisi UU KPK untuk mengembalikan independensi lembaga.
- Reformasi menyeluruh di kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Zaenur menyayangkan rencana pembangunan penjara khusus sebagai solusi utama pemberantasan korupsi. Ia menilai rencana tersebut terlalu bombastis dan kurang terukur dampaknya. “Sayang sekali rencana ini tidak disertai dengan rencana aksi yang terukur dan dapat diuji keberhasilannya,” tambahnya. Pernyataan Presiden Prabowo sebelumnya mengenai pembangunan penjara khusus untuk koruptor disampaikan pada peluncuran tunjangan guru ASN daerah di Jakarta Pusat pada Kamis (13/3/2025). Presiden menyatakan kegeramannya terhadap koruptor yang dinilai menyulitkan kesejahteraan guru, dokter, perawat, dan petani.