Potensi Krisis Logistik Lebaran 2025: 300.000 Kontainer Terancam Menumpuk di Pelabuhan

Potensi Krisis Logistik Lebaran 2025: 300.000 Kontainer Terancam Menumpuk di Pelabuhan

Rencana pemerintah membatasi operasional truk selama 16 hari pada periode mudik Lebaran 2025 menuai kritik tajam dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dan Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki). Mereka memprediksi kebijakan ini berpotensi menimbulkan krisis logistik yang signifikan, dengan penumpukan lebih dari 300.000 kontainer di pelabuhan. Ketua Umum Asdeki, Mustofa Kamal, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/3/2025), mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak ekonomi yang akan ditimbulkan oleh penumpukan kontainer tersebut.

Dampak paling langsung adalah membengkaknya biaya penumpukan di pelabuhan. Selain itu, biaya demurrage atau biaya penitipan kontainer yang dihitung dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) akan melonjak tajam. Kamal menjelaskan, biaya demurrage untuk kontainer 20 feet mencapai US$20 per hari dan bersifat progresif, artinya biaya akan semakin meningkat seiring bertambahnya hari keterlambatan pengambilan kontainer. Dengan durasi pembatasan 16 hari, potensi kerugian finansial bagi pelaku usaha logistik diprediksi akan sangat besar. Kondisi ini diperparah oleh iklim perekonomian nasional yang saat ini dinilai belum sepenuhnya pulih.

Asdeki mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kembali durasi pembatasan operasional truk. Mereka menyarankan agar pembatasan hanya diberlakukan selama 6 hari, tepatnya H-3 hingga H+3 Lebaran. Menurut Kamal, durasi tersebut dinilai sudah cukup untuk menjamin kelancaran arus mudik dan balik tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap sektor logistik. Kebijakan pembatasan yang terlalu lama, menurutnya, justru akan berisiko mengganggu rantai pasok dan berpotensi meningkatkan harga barang di pasaran.

Kendati demikian, pemerintah telah mengeluarkan aturan resmi terkait pengaturan operasional angkutan barang selama mudik Lebaran 2025. Namun, aturan tersebut memberikan pengecualian untuk beberapa jenis angkutan barang, antara lain:

  • Kendaraan pengangkut BBM/BBG
  • Kendaraan pengangkut uang
  • Kendaraan pengangkut hewan dan pakan ternak
  • Kendaraan pengangkut pupuk
  • Kendaraan untuk penanganan bencana alam
  • Sepeda motor mudik dan balik gratis
  • Kendaraan pengangkut barang pokok

Kendaraan-kendaraan yang disebutkan di atas diizinkan beroperasi selama periode pembatasan, dengan syarat dilengkapi surat muatan yang mencantumkan jenis barang yang diangkut. Namun, pengecualian ini tidak mengurangi kekhawatiran Asdeki dan Aptrindo terhadap potensi penumpukan kontainer dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya.

Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang dampak dari kebijakan pembatasan operasional truk terhadap sektor logistik. Koordinasi yang intensif antara pemerintah dan pelaku usaha logistik sangat penting untuk menemukan solusi yang tepat, guna mencegah terjadinya krisis logistik yang dapat merugikan seluruh pihak, khususnya perekonomian nasional.