Pungutan Liar Ormas: Ancaman Serius Bagi Iklim Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pungutan Liar Ormas: Ancaman Serius Bagi Iklim Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Jelang Lebaran, praktik pungutan liar oleh organisasi masyarakat (ormas) terhadap pengusaha kembali mencuat dan menjadi sorotan. Permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) secara paksa oleh sejumlah ormas menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha, mengancam iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah pun telah mengambil langkah hukum untuk mengatasi masalah ini, merespon keluhan pengusaha yang merasa terbebani aktivitas ormas tersebut.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, mengakui bahwa permasalahan ini bersifat khusus dan membutuhkan penanganan serius. Pihaknya tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikannya. Sorotan publik meningkat setelah beredarnya surat dari Ormas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Bitung Jaya, Tangerang, yang meminta THR kepada pengusaha di wilayah tersebut, tanpa menentukan besaran nominal yang diminta. Hal ini memicu kekhawatiran akan meluasnya praktik pungutan liar serupa di berbagai daerah.
Dampak Negatif Terhadap Dunia Usaha:
Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group, Edi Rivai, mewakili keresahan banyak pengusaha, menekankan pentingnya kepastian hukum dan iklim berusaha yang kondusif. Aktivitas ormas yang meminta THR dinilai menghambat operasional perusahaan dan membuat investor enggan menanamkan modal. Edi menambahkan bahwa, meskipun perusahaan biasanya turut berkontribusi pada masyarakat sekitar, seperti dengan memprioritaskan tenaga kerja lokal dan menjalin kemitraan dengan pengusaha lokal, hal ini tidak serta merta membenarkan permintaan THR secara paksa yang dilakukan sejumlah ormas.
Dampak negatif ini juga dirasakan oleh berbagai sektor industri. Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, menuturkan bahwa aktivitas ormas menjadi salah satu faktor yang menghambat daya saing industri mebel Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam. Bahkan, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengungkapkan kerugian investasi hingga ratusan triliun rupiah akibat aktivitas ormas, yang mencakup tidak hanya pengeluaran yang sudah dikeluarkan, tetapi juga potensi investasi yang batal masuk ke Indonesia.
Di sektor properti, Direktur Ciputra Group, Harun Hajadi, menyebutkan bahwa premanisme masih menjadi tantangan, khususnya di beberapa daerah di Indonesia, dengan berbagai bentuk gangguan, mulai dari permintaan rekomendasi hingga upaya pemerasan. Meskipun di kota-kota besar kasusnya relatif jarang, di daerah lain, terutama Jawa Barat dan Sumatera Utara, gangguan tersebut cenderung terstruktur dan terorganisir.
Langkah Pemerintah:
Pemerintah telah merespon keluhan pengusaha dengan berbagai upaya. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong sejumlah kawasan industri strategis untuk masuk dalam kategori obyek vital yang mendapatkan pengamanan dari kepolisian. Langkah ini bertujuan untuk memberikan jaminan keamanan dan kepastian hukum bagi investasi di Indonesia. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, menegaskan bahwa tindakan pemalakan oleh ormas dapat dikenai sanksi pidana.
Kesimpulannya, praktik pungutan liar oleh ormas merupakan ancaman serius bagi iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu mengambil tindakan tegas dan komprehensif untuk memberantas praktik tersebut, guna menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menarik investasi. Penguatan penegakan hukum, koordinasi antar lembaga, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kepatuhan hukum menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan ini.