Kematian Tragis Influencer Tuli Soroti Kesenjangan Akses Kesehatan Mental bagi Penyandang Disabilitas

Kematian Tragis Influencer Tuli Soroti Kesenjangan Akses Kesehatan Mental bagi Penyandang Disabilitas

Kematian Imogen Nunn, seorang influencer tuli di platform TikTok dengan lebih dari 780.000 pengikut, telah menyoroti celah kritis dalam sistem layanan kesehatan mental di Inggris, khususnya bagi individu penyandang disabilitas. Immy, demikian ia dikenal, ditemukan meninggal dunia pada 1 Januari 2023 setelah mengonsumsi zat beracun yang dibelinya secara online. Kematiannya yang tragis bukan hanya kehilangan pribadi yang mendalam bagi keluarga dan penggemarnya, tetapi juga menjadi panggilan serius bagi perbaikan sistemik dalam penanganan kesehatan mental, terutama bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunarungu.

Ibu Immy, Louise Sutherland, dalam kesaksiannya di pengadilan di Horsham, mengungkapkan keprihatinan mendalamnya terhadap kurangnya dukungan yang diterima putrinya. Sutherland menjelaskan bahwa Immy, yang telah berjuang melawan masalah kesehatan mental sejak usia 14 tahun, merasa terabaikan dan gagal mendapatkan bantuan yang memadai. Meskipun telah melaporkan niatnya untuk mengakhiri hidup kepada pekerja pendukung di Deaf Adult Community Team (DACT) pada 23 November 2022, serta keterlibatannya dalam forum bunuh diri online, respons dari layanan kesehatan mental dinilai lamban dan tidak memadai. Kegagalan menghadirkan juru bahasa British Sign Language (BSL) oleh pihak kepolisian Sussex saat melakukan pemeriksaan kesejahteraan juga menjadi faktor penghambat komunikasi efektif dan penanganan tepat waktu.

Sejumlah peristiwa kritis menandai minggu-minggu menjelang kematian Immy. Pada 29 Desember 2022, setelah menghabiskan Natal bersama keluarga, Immy melukai diri sendiri dan dibawa ke unit gawat darurat Royal Sussex County Hospital. Dalam pesan teks kepada koordinator perawatannya, ia secara eksplisit menyatakan kondisi mentalnya yang memburuk dan kebutuhannya akan fasilitas perawatan dengan dukungan bahasa isyarat. Namun, ia dibiarkan sendirian di ruang gawat darurat dan pergi tanpa mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Keesokan harinya, ia kembali menghubungi psikolognya dan mengungkapkan rencana untuk mengakhiri hidupnya. Meskipun ia menyatakan kesediaannya untuk dirawat di fasilitas krisis kesehatan mental, rencana tersebut tidak pernah terlaksana. Kasus ini juga terhubung dengan penyelidikan terhadap Kenneth Law, seorang koki asal Kanada yang diduga menyediakan bahan kimia beracun bagi individu yang berniat bunuh diri di seluruh dunia, termasuk Inggris. Law kini menghadapi persidangan atas dugaan keterlibatannya dalam puluhan kasus bunuh diri.

Kematian Immy mengungkap sejumlah permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius. Pertama, kurangnya aksesibilitas layanan kesehatan mental bagi penyandang disabilitas, khususnya tunarungu, yang membutuhkan layanan khusus seperti interpretasi bahasa isyarat. Kedua, kelambanan dan kurangnya responsivitas layanan kesehatan mental dalam menangani kasus-kasus yang menunjukkan tanda-tanda peringatan bunuh diri. Ketiga, perlu adanya peningkatan koordinasi antar lembaga terkait, termasuk layanan kesehatan mental, kepolisian, dan tim pendukung penyandang disabilitas. Keempat, perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penyediaan bahan kimia berbahaya yang dapat digunakan untuk bunuh diri melalui online.

Tragedi ini menekankan urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan mental yang inklusif dan responsif bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Perubahan sistemik diperlukan untuk mencegah tragedi serupa terjadi di masa mendatang. Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera cari bantuan dengan menghubungi psikolog atau psikiater terdekat. Anda juga dapat menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes 021-500-454.