Penurunan Tajam IHSG: Analisis Mendalam atas Trading Halt dan Dampaknya terhadap Pasar Modal Indonesia

Penurunan Tajam IHSG: Analisis Mendalam atas Trading Halt dan Dampaknya terhadap Pasar Modal Indonesia

Pada Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) melaksanakan penghentian sementara perdagangan saham (trading halt) pada sesi pertama, pukul 11.19 WIB, menyusul penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 5 persen. Keputusan ini, yang sesuai dengan aturan OJK tertanggal 10 Maret 2020, mengakibatkan perdagangan terhenti selama lebih dari satu jam sebelum akhirnya dibuka kembali pukul 13.40 WIB. IHSG yang sempat menyentuh level 6.046, berhasil pulih dan menutup perdagangan di level 6.223,38, mengalami penurunan 248,55 poin (3,84 persen). Volume perdagangan mencapai Rp 19,23 triliun dengan 29,34 miliar saham diperdagangkan. Peristiwa ini memicu pertanyaan mendalam mengenai penyebab penurunan tajam IHSG dan implikasinya bagi perekonomian Indonesia.

Faktor-faktor Penyebab Penurunan IHSG

Berbagai faktor, baik domestik maupun global, berkontribusi terhadap penurunan drastis IHSG. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menunjuk sentimen global sebagai salah satu faktor utama. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan ekonomi global, termasuk dampak dari kebijakan pemerintahan Trump, membuat investor cenderung wait and see. Penjualan besar-besaran oleh investor asing, khususnya pada saham perbankan, saham grup Prajogo Pangestu, dan saham Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), memperparah situasi. Analis saham, Wawan Hendrayana dari Invovesta Utama, menambahkan bahwa postur APBN Februari 2025, yang menunjukkan penurunan penerimaan dan peningkatan pengeluaran negara, serta deflasi, turut menjadi katalis negatif. Hal ini menunjukkan lemahnya daya beli masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran akan kondisi fiskal Indonesia.

Lebih lanjut, Maximilianus Nicodemus dari Pilarmas Investindo Sekuritas, menekankan dampak negatif dari kinerja APBN. Penurunan penerimaan pajak hingga 30 persen pada akhir Februari mengakibatkan defisit APBN melebar dan memaksa pemerintah meningkatkan utang negara hingga 44,77 persen pada Januari. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran investor akan risiko fiskal Indonesia, mendorong mereka mencari instrumen investasi yang lebih aman.

Harry Su dari Samuel Sekuritas Indonesia juga menyorot faktor eksternal seperti perang dagang AS-China dan kebijakan tarif Trump yang berpotensi meningkatkan inflasi global, menyulitkan negara berkembang seperti Indonesia untuk menurunkan suku bunga. Selain itu, penurunan peringkat saham dan rating investasi Indonesia, gelombang PHK, dan ancaman deflasi turut memperburuk sentimen pasar. Ketidakpastian politik dan kasus korupsi juga menambah kekhawatiran investor asing terhadap transparansi dan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Menjelang libur Lebaran, ketidakpastian ini semakin memperkuat aksi jual di pasar saham.

Pandangan Para Ahli dan Rekomendasi

Meskipun situasi tampak suram, beberapa analis tetap optimistis. Wawan Hendrayana memperkirakan IHSG berpotensi mengalami technical rebound. Namun, Harry Su menyarankan diversifikasi portofolio, dengan obligasi dan emas sebagai pilihan aset lindung nilai. Budi Frensidy, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis UI, menyarankan investor ritel dan domestik untuk tidak panik menjual saham, bahkan mendorong pembelian saham dengan strategi jangka panjang (minimal 2-3 tahun), menekankan bahwa penurunan indeks didorong oleh sentimen negatif investor, khususnya terkait prospek ekonomi dan kondisi fiskal Indonesia.

Kesimpulan

Penurunan tajam IHSG dan trading halt yang dilakukan BEI merupakan peristiwa kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Kondisi fiskal Indonesia, sentimen global, dan ketidakpastian ekonomi turut memainkan peran penting dalam penurunan indeks. Meskipun terdapat kekhawatiran, beberapa analis tetap optimistis dan memberikan rekomendasi untuk menghadapi situasi ini dengan strategi investasi yang tepat.

Data IHSG Penutupan: * Penurunan: 248,55 poin (3,84 persen) * Level Penutupan: 6.223,38 * Saham Hijau: 118 * Saham Merah: 554 * Saham Stagnan: 139 * Volume Transaksi: Rp 19,23 triliun * Volume Saham: 29,34 miliar saham