Tantangan Mengatasi Gunungan Sampah Jakarta: RDF Tak Cukup, PLTSa Jadi Harapan

Tantangan Mengatasi Gunungan Sampah Jakarta: RDF Tak Cukup, PLTSa Jadi Harapan

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyoroti permasalahan sampah di Jakarta yang mencapai 8.000 ton per hari. Meskipun teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF) telah diterapkan di beberapa lokasi seperti Bantar Gebang dan Rorotan dengan harapan mampu mengurangi volume sampah hingga 5.000-6.000 ton, Pramono menekankan bahwa hal tersebut belumlah cukup untuk mengatasi krisis sampah ibukota secara menyeluruh. Kunjungannya ke TPST Bantar Gebang pada Rabu (19/3/2025) bersama sejumlah menteri, termasuk Menko Pangan Zulkifli Hasan dan Menko PMK Pratikno, semakin menggarisbawahi urgensi pencarian solusi komprehensif.

Pramono mengapresiasi pembangunan fasilitas RDF, namun ia menegaskan bahwa RDF hanyalah solusi sementara, bukan solusi jangka panjang yang berkelanjutan. Ia mendorong percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau incinerator sebagai alternatif pengolahan sampah yang lebih efektif. Kendala utama yang dihadapi dalam pembangunan PLTSa adalah regulasi terkait tipping fee, biaya yang dibayarkan pemerintah daerah kepada pengelola sampah. Tarif tipping fee yang dinilai kurang kompetitif menjadi penghambat utama minat investor untuk berinvestasi dalam pembangunan PLTSa. Selama sepuluh tahun terakhir, upaya penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tipping fee belum membuahkan hasil yang signifikan, dengan harga yang ditawarkan masih dinilai terlalu rendah dan tidak menarik bagi investor.

Kendala Regulasi dan Solusi Jangka Panjang

Salah satu poin penting yang diangkat adalah kompleksitas regulasi yang menghambat proses investasi dan pembangunan fasilitas pengolahan sampah. Menurut Menko Pangan, Zulkifli Hasan, penyederhanaan regulasi akan mempercepat proses tersebut. Persetujuan dari berbagai pihak, mulai dari DPR hingga pemerintah daerah, dinilai terlalu berbelit dan membutuhkan waktu yang lama. Penyederhanaan birokrasi menjadi kunci agar investasi di sektor pengolahan sampah dapat berjalan lebih efisien dan efektif.

Pramono berharap pemerintah pusat dapat segera memutuskan skema harga listrik dari PLTSa yang lebih kompetitif. Ia menekankan bahwa Jakarta tidak dapat terus bergantung pada RDF saja. Jika tipping fee tidak segera direvisi, pembangunan RDF akan lebih diminati karena lebih aman dan terjamin pasarnya. Keberhasilan pembangunan PLTSa diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan efektif dalam mengatasi masalah sampah, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia. Optimisme Gubernur DKI Jakarta ini tertuju pada solusi jangka panjang yang berkelanjutan dan berdampak signifikan bagi pengelolaan sampah nasional.

Kesimpulan

Permasalahan sampah Jakarta membutuhkan solusi komprehensif yang melampaui penerapan teknologi RDF. Percepatan pembangunan PLTSa, didukung oleh revisi regulasi tipping fee dan penyederhanaan birokrasi, menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan sampah yang terus meningkat di Ibu Kota. Solusi ini diharapkan tidak hanya mampu mengurangi volume sampah, tetapi juga menciptakan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan efisien di masa mendatang.