RUU TNI: Desakan Mundurnya Ribuan Perwira Aktif dari Jabatan Sipil Jelang Pengesahan
RUU TNI: Desakan Mundurnya Ribuan Perwira Aktif dari Jabatan Sipil Jelang Pengesahan
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melontarkan desakan tegas kepada 2.569 perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif yang saat ini masih menduduki jabatan sipil. Desakan tersebut muncul menjelang pengesahan revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang dijadwalkan pada Kamis, 20 Maret 2025. PBHI mendesak para perwira tersebut untuk segera mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas militer. Dasar desakan ini merujuk pada Pasal 47 ayat (2) draf RUU TNI yang telah disusun. Pasal tersebut secara eksplisit mengatur bahwa prajurit dapat memangku jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan.
Sekretaris Jenderal PBHI, Gina Sabrina, dalam pernyataan melalui tayangan YouTube PBHI Nasional pada Rabu (19/3/2025), menekankan konsekuensi dari pengesahan RUU tersebut. Ia menyatakan bahwa keberadaan 2.569 perwira aktif dalam posisi sipil akan menjadi inkonstitusional pasca-pengesahan RUU. "Dengan disahkannya Undang-Undang ini, 2.569 prajurit aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil harus mundur," tegas Gina. PBHI khawatir jika pasal tersebut hanya dimanfaatkan untuk memperluas peluang penempatan prajurit dalam jabatan sipil tanpa memperhatikan konsekuensi kepatuhan terhadap aturan yang akan berlaku. Organisasi ini secara khusus menunggu komitmen nyata dari para perwira aktif tersebut untuk menaati aturan yang baru.
Data yang diperoleh dari Imparsial menunjukkan bahwa sejak tahun 2023 telah tercatat 2.569 perwira aktif yang menduduki jabatan sipil di berbagai instansi pemerintahan. Angka ini menjadi fokus utama desakan PBHI. Ketidakjelasan status ini selama ini menjadi sorotan, dan revisi UU TNI diharapkan mampu memberikan kejelasan dan kepastian hukum. PBHI mendesak agar semangat reformasi di tubuh TNI diperkuat dengan kesediaan perwira aktif untuk mematuhi regulasi yang baru dan memastikan pemisahan yang tegas antara peran militer dan sipil.
Revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 ini memang mencakup beberapa poin penting, termasuk penambahan masa dinas. Usulan revisi mencakup perpanjangan masa dinas keprajuritan hingga 58 tahun untuk bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun untuk perwira. Bahkan, kemungkinan perpanjangan hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional juga menjadi bagian dari pertimbangan. Namun, fokus utama PBHI tetap pada kepatuhan terhadap aturan yang mengatur penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, khususnya setelah perubahan yang signifikan dalam RUU ini.
Perubahan aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga juga menjadi bagian dari revisi UU TNI. Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan penempatan prajurit TNI di berbagai kementerian dan lembaga. Namun, PBHI menekankan agar perubahan ini tidak mengaburkan garis batas antara peran militer dan sipil, serta tetap menekankan pentingnya profesionalisme di kedua sektor. Pengesahan RUU TNI yang terbilang cepat ini menimbulkan sorotan, dan PBHI berharap agar implementasinya di lapangan juga dibarengi dengan komitmen dan kepatuhan dari seluruh pihak yang terkait.