Ironi Prioritas: Dedi Mulyadi Kritisi Masyarakat yang Utamakan Rokok Dibanding Gizi Anak
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyuarakan keprihatinannya atas fenomena miris di masyarakat. Di tengah himpitan ekonomi, kebiasaan merokok tetap menjadi prioritas, bahkan mengalahkan pemenuhan kebutuhan gizi anak-anak.
Dalam sebuah pernyataan di Gedung Pakuan, Bandung, Dedi Mulyadi menyoroti ketidakefektifan kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang justru memicu paradoks. Alih-alih menurunkan konsumsi rokok, kenaikan CHT justru mendorong masyarakat untuk mencari alternatif rokok ilegal yang lebih murah, namun berdampak negatif pada penerimaan negara.
"Logikanya, kenaikan cukai rokok seharusnya menekan konsumsi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Rokok semakin mahal, tetapi tetap menjadi prioritas utama, bahkan mengalahkan kebutuhan dasar seperti telur untuk anak," ujarnya, Rabu (19/3/2025).
Maraknya Rokok Ilegal dan Dampak Ekonomi
Dedi Mulyadi mengamati bahwa Jawa Barat menjadi lahan subur bagi peredaran rokok ilegal. Kesenjangan antara harga rokok resmi yang terus melambung dan daya beli masyarakat memicu permintaan terhadap rokok ilegal. Akibatnya, negara kehilangan potensi pendapatan dari sektor cukai tembakau.
"Rokok ilegal tumbuh subur di Jawa Barat, menyebabkan penurunan pendapatan cukai rokok. Mengapa rokok ilegal begitu marak? Karena cukai rokok resmi terlalu mahal," tegasnya.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti dampak ekonomi dari kebiasaan merokok, khususnya di kalangan masyarakat miskin. Ia menilai bahwa pengeluaran untuk rokok semakin memperburuk kondisi ekonomi keluarga, mengorbankan kebutuhan gizi anak dan kesehatan keluarga.
"Akibatnya, masyarakat miskin semakin terpuruk karena mengejar rokok, mengorbankan gizi dan protein penting bagi anak-anak mereka," imbuhnya.
Seruan Evaluasi Kebijakan CHT
Menyikapi situasi ini, Dedi Mulyadi mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali kebijakan kenaikan CHT. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini terbukti tidak efektif dalam menurunkan angka perokok dan justru menimbulkan dampak negatif lainnya.
"Saya meminta agar ke depan tidak ada lagi kenaikan cukai rokok. Sebaliknya, jika ada kenaikan tunjangan bagi pegawai, itu jauh lebih baik," pungkasnya.
Berikut adalah poin-poin penting yang disampaikan Dedi Mulyadi:
- Kenaikan CHT tidak efektif: Alih-alih menurunkan konsumsi rokok, justru memicu peredaran rokok ilegal.
- Prioritas yang salah: Masyarakat lebih memilih membeli rokok daripada memenuhi kebutuhan gizi anak.
- Dampak ekonomi: Kebiasaan merokok memperburuk kondisi ekonomi keluarga miskin.
- Maraknya rokok ilegal: Kesenjangan harga rokok resmi dan daya beli masyarakat memicu permintaan rokok ilegal.
- Seruan evaluasi kebijakan: Pemerintah pusat perlu mengkaji ulang kebijakan kenaikan CHT.
Dengan pernyataan ini, Dedi Mulyadi berharap pemerintah pusat dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah rokok ilegal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam hal pemenuhan gizi anak-anak.