Terpuruk di Pasar Domestik, Neta Hadapi Gelombang Krisis Finansial dan Restrukturisasi Internal
Neta Terhuyung di Tengah Badai Krisis: R&D Dibubarkan, Vendor Menjerit, Masa Depan Suram?
Merek mobil listrik asal Tiongkok, Neta, tengah menghadapi tantangan berat yang mengancam kelangsungan bisnis mereka. Kabar terbaru menyebutkan perusahaan yang berbasis di Shanghai ini telah membubarkan tim riset dan pengembangan (R&D), sebuah langkah drastis yang mengindikasikan masalah finansial serius. Selain itu, Neta juga dilaporkan gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemasok komponen atau vendor, memicu ketidakpuasan dan kekhawatiran di kalangan mitra bisnis.
Menurut laporan dari Car News China, keputusan untuk membubarkan tim R&D diambil sebagai respons terhadap kondisi keuangan perusahaan yang terus memburuk. Dampaknya lebih lanjut, sekitar 200 dari total 1.700 karyawan Neta dikabarkan telah mengundurkan diri, menambah tekanan pada operasional perusahaan. Penurunan penjualan yang signifikan menjadi faktor utama yang memicu krisis finansial ini. Data menunjukkan penjualan Neta anjlok hingga 98% pada Januari 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, pada Februari 2025, mereka kesulitan menjual lebih dari 400 unit mobil, angka yang sangat rendah untuk ukuran perusahaan otomotif.
Kondisi diperparah dengan ketidakmampuan Neta untuk membayar para vendor. Beberapa vendor yang merasa dirugikan bahkan dilaporkan melakukan aksi protes di kantor pusat Neta di Shanghai, beberapa di antaranya terpaksa tidur di lantai sebagai bentuk kekecewaan. Ironisnya, krisis ini terjadi di tengah kabar bahwa Neta telah menerima investasi sebesar 6 miliar yuan (sekitar Rp 13,7 triliun). Di sisi lain, karyawan yang tersisa dikabarkan mengalami penurunan penghasilan hingga 75% dari sebelum Oktober 2023, menambah daftar panjang masalah yang dihadapi perusahaan.
Beberapa mantan karyawan Neta mengungkapkan bahwa mereka hanya menerima upah minimum yang berlaku di Shanghai. Bahkan, mereka yang mengundurkan diri pada November 2023 dikabarkan belum menerima kompensasi yang seharusnya mereka dapatkan. Sumber internal perusahaan menyebutkan bahwa strategi mantan CEO yang terlalu fokus pada penjualan business-to-business (B2B) menjadi salah satu penyebab utama krisis ini.
Selain mendapatkan investasi baru, Neta juga dilaporkan memiliki utang yang menumpuk hingga mencapai 10 miliar yuan (sekitar Rp 22,8 triliun). Jumlah utang ini jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai investasi yang masuk, sehingga semakin membebani kondisi keuangan perusahaan. Pada Desember 2024, Neta juga dikabarkan mempertimbangkan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 400 karyawan di pabrik mereka di Thailand akibat penjualan yang lesu.
Neta Indonesia Klaim Aman dari Krisis
Di tengah badai krisis yang melanda secara global, Neta Auto Indonesia mengklaim bahwa operasional mereka berjalan normal dan tidak terpengaruh oleh masalah yang dihadapi perusahaan induk. Pada akhir 2024, Neta Indonesia memastikan bahwa bisnis mereka berjalan sesuai rencana, bahkan berencana untuk meluncurkan model baru pada tahun 2025. Saat ini, Neta Auto Indonesia telah memasarkan model V-II dan X di pasar Indonesia.
"Neta berkomitmen untuk menjadi bagian integral dari pertumbuhan pasar otomotif dalam negeri (Indonesia). Kami percaya bahwa bersama pelanggan setia Neta, kita bisa terus bergerak maju menuju masa depan mobilitas yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan," ujar Managing Director of Neta Auto Indonesia, Peter Zhang, dalam keterangan resminya.
Tantangan dan Masa Depan Neta
Krisis yang dialami Neta menjadi peringatan bagi industri mobil listrik Tiongkok yang tengah berkembang pesat. Persaingan yang ketat dan perubahan regulasi yang dinamis menuntut perusahaan untuk memiliki strategi bisnis yang adaptif dan pengelolaan keuangan yang kuat. Masa depan Neta akan sangat bergantung pada kemampuan mereka untuk mengatasi masalah finansial, merestrukturisasi organisasi, dan memulihkan kepercayaan dari para investor, vendor, dan konsumen.
Daftar Masalah yang Dihadapi Neta:
- Pembubaran tim riset dan pengembangan (R&D).
- Gagal membayar vendor.
- Penurunan penjualan yang signifikan.
- Gelombang pengunduran diri karyawan.
- Utang yang menumpuk.
- Potensi PHK di Thailand.
Apakah Neta mampu melewati badai krisis ini dan kembali bersaing di pasar mobil listrik yang semakin kompetitif? Waktu yang akan menjawab.