Revisi UU TNI Picu Kekhawatiran Pasar Modal: Partai Buruh Soroti Potensi Dampak Negatif
Kekhawatiran Pasar Modal Mencuat Pasca-Pengesahan Revisi UU TNI
Jakarta – Pengesahan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menuai reaksi dari berbagai pihak. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), menyampaikan kekhawatiran terkait potensi sentimen negatif yang mungkin timbul di pasar modal.
Said Iqbal menyoroti kemungkinan pasar merespons negatif jika revisi UU TNI mengarah pada penguatan kembali dwi fungsi militer. Ia menyampaikan hal ini usai ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, pada hari Kamis.
"Jika, sekali lagi saya tekankan, jika TNI dikembalikan pada dwi fungsi, maka besar kemungkinan pasar akan memberikan respons yang kurang baik," ujarnya.
Kekhawatiran ini didasari oleh potensi penarikan modal asing dari pasar saham Indonesia. Said Iqbal menjelaskan bahwa respons negatif terhadap UU TNI dapat memicu aksi jual saham oleh investor asing, yang pada gilirannya dapat menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Pasar bisa merespons negatif terhadap UU TNI. Investor asing berpotensi menarik modal mereka, yang kemudian dapat menyebabkan penurunan IHSG," jelasnya.
Dampak Terhadap Perusahaan Domestik dan Masyarakat Kecil
Lebih lanjut, Said Iqbal mengingatkan bahwa guncangan di pasar saham tidak hanya berdampak pada investor asing, tetapi juga dapat memukul perusahaan-perusahaan domestik. Ia mencontohkan perusahaan-perusahaan seperti Wilmar dan Sinarmas yang memiliki basis investor domestik yang signifikan.
"Jika saham perusahaan-perusahaan domestik ikut tertekan, maka dampaknya akan sangat luas. Kita harus ingat bahwa banyak perusahaan Indonesia, seperti Wilmar dan Sinarmas, memiliki basis investor domestik yang besar," tegasnya.
Said Iqbal menggambarkan skenario di mana guncangan saham dapat menyebabkan terganggunya operasional perusahaan-perusahaan domestik. Hal ini, menurutnya, dapat berujung pada kenaikan harga barang dan pada akhirnya merugikan buruh dan masyarakat kecil.
"Jika saham terguncang, perusahaan-perusahaan domestik juga akan merasakan dampaknya. Akibatnya, harga-harga akan meroket, dan yang paling terkena dampak adalah buruh dan rakyat kecil," paparnya.
Revisi UU TNI: Perubahan yang Kontroversial
Revisi UU TNI disahkan dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang diadakan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada hari Kamis. Revisi ini mencakup perubahan pada empat pasal, yaitu:
- Pasal 3: Mengenai kedudukan TNI
- Pasal 15: Mengenai tugas pokok TNI
- Pasal 53: Mengenai usia pensiun prajurit
- Pasal 47: Mengenai penempatan prajurit aktif di jabatan sipil
Perubahan-perubahan ini menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai pihak, yang khawatir akan potensi kembalinya dwi fungsi militer dan dampaknya terhadap supremasi sipil.
Said Iqbal menegaskan bahwa ia belum menyimpulkan apakah UU TNI yang baru ini secara langsung menghidupkan kembali dwi fungsi TNI. Namun, ia menekankan bahwa dampak ekonomi dari revisi ini, terutama jika mengganggu stabilitas saham perusahaan-perusahaan domestik di sektor pangan, akan sangat dirasakan oleh masyarakat.
"Saya belum mengatakan bahwa UU TNI ini menghidupkan kembali dwi fungsi TNI. Namun, dampak ekonomi akan terasa jika saham-saham perusahaan domestik yang bergerak di sektor makanan dan pangan terganggu. Produksi akan terganggu, harga barang naik, dan PHK bisa terjadi," pungkasnya.