Revisi UU TNI Dikecam: Mahasiswa Trisakti Desak Prabowo Terbitkan Perppu

Aksi penolakan terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hasil revisi terus bergulir. Gelombang protes kali ini datang dari mahasiswa Universitas Trisakti yang mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Langkah ini dianggap sebagai solusi pamungkas untuk membatalkan UU TNI yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Faiz Nabawi Mulya, menyampaikan aspirasi ini langsung di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025). Ia menegaskan bahwa mahasiswa akan terus bergerak dan mendorong Presiden Prabowo untuk segera mengeluarkan Perppu. "Kami akan terus bergerak dan mendorong Presiden Prabowo untuk melakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Yang nantinya kami berharap Perppu ini membatalkan hasil paripurna pada pagi hari ini," ujarnya kepada awak media.

Faiz mengkritik UU TNI yang baru disahkan tersebut karena dianggap menyimpang dari prinsip supremasi sipil. Ia khawatir undang-undang ini akan membuka pintu bagi perluasan peran militer dalam ranah politik, sesuatu yang menurutnya sangat berbahaya bagi demokrasi. "Kami tidak ingin adanya perluasan militer dalam kepentingan demokrasi. Bagi kami hak militer adalah menjaga kedaulatan negara. Bukan ikut ke dalam kontestasi politik ataupun ikut ke dalam ranah-ranah sipil yang juga justru akan berpengaruh terhadap bahwa benturan antara militer dan sipil," tegasnya.

Kekecewaan mendalam juga dirasakan Faiz atas pertemuan yang tidak membuahkan hasil dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas. Harapan untuk memengaruhi proses legislasi pupus ketika DPR tetap melanjutkan dan mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang. "Tapi fakta dan nyatanya di hari ini, di pagi harinya justru DPR dengan sengaja mengolok-olok dan juga mungkin mempermainkan masyarakat sipil yang juga banyak menolak untuk tetap mengesahkan undang-undang TNI. Itu yang pada akhirnya membuat kami kecewa. Bertemu menteri itu tidak menyelesaikan masalah," keluhnya.

Sebelumnya, DPR RI secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang. Keputusan penting ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet.

Rapat paripurna dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi oleh para wakil ketua DPR lainnya. Beberapa pejabat tinggi negara juga tampak hadir, di antaranya Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, memaparkan laporan pembahasan RUU TNI di hadapan para anggota dewan. Utut menyoroti beberapa poin krusial dalam revisi UU TNI, antara lain: kedudukan TNI, usia pensiun, dan keterlibatan personel TNI aktif di kementerian atau lembaga. Ia juga menekankan bahwa pembahasan revisi UU ini tidak mengarah pada dwifungsi TNI.

Setelah mendengarkan laporan dari Utut Adianto, Puan Maharani menanyakan persetujuan anggota dewan terhadap RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang. Jawaban serentak "Setuju" dari mayoritas anggota dewan diikuti dengan ketukan palu sebagai tanda pengesahan.

"Kami menanyakan kepada seluruh anggota apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan Maharani.

"Setuju," jawab peserta sidang diikuti dengan ketukan palu tanda pengesahan.

Proses pengesahan RUU TNI ini diawali dengan kesepakatan tingkat pertama antara Komisi I DPR RI dan pemerintah pada Selasa (18/3). Namun, sehari sebelum paripurna, perwakilan pemerintah yang terdiri dari Menkumham Supratman Andi Agtas, Wamenkeu Thomas Djiwandono, Wamenhan Donny Ermawan Taufanto, dan Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto mengadakan rapat tertutup selama kurang lebih dua jam dengan Komisi I DPR RI.

Menurut Supratman, rapat tersebut bertujuan untuk memperbaiki aspek teknis dalam RUU TNI, bukan untuk mengubah substansi. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI.