Polemik Usulan KPK: Koruptor Tanpa Makanan? DPR Ingatkan Potensi Pelanggaran HAM

Kontroversi Usulan KPK: Hukuman Koruptor Lebih dari Sekadar Penjara?

Usulan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak terkait pemberian hukuman tambahan bagi koruptor, berupa peniadaan fasilitas makanan di penjara, menuai reaksi keras dari Komisi III DPR. Wacana ini muncul sebagai respons atas praktik korupsi yang dinilai merugikan negara dan masyarakat luas. Namun, implementasinya memicu perdebatan sengit terkait aspek kemanusiaan dan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

DPR Ingatkan Potensi Pelanggaran HAM

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menegaskan bahwa setiap narapidana, termasuk koruptor, memiliki hak untuk mendapatkan makanan yang layak. Menurutnya, peniadaan hak tersebut dapat dianggap sebagai tindakan tidak manusiawi dan mencoreng citra Indonesia di mata dunia internasional. Sahroni berpendapat bahwa hukuman penjara sudah merupakan bentuk sanksi yang berat, dan penambahan hukuman berupa kelaparan tidak dapat dibenarkan.

"Harus dikasih makan, nanti pelanggaran HAM kalau nggak dikasih makan mereka mati semua, kan jadi jelek di mata dunia. Kalau diwajibkan bercocok tanam dan bertani itu harus," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).

Sahroni juga mendukung ide Presiden terpilih Prabowo Subianto terkait pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil.

Dukungan untuk Penjara Khusus Koruptor di Pulau Terpencil

Sahroni menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk membangun penjara khusus bagi koruptor di pulau terpencil. Gagasan ini sebelumnya disampaikan Prabowo saat acara peluncuran tunjangan guru ASN daerah di Jakarta. Prabowo mengungkapkan bahwa korupsi telah menyebabkan kesulitan bagi berbagai pihak, termasuk guru, dokter, perawat, dan petani. Dengan memenjarakan koruptor di lokasi yang terisolasi, diharapkan dapat memberikan efek jera dan meminimalisir praktik korupsi di Indonesia.

"Kita dukung penuh usulan Pak Presiden Prabowo," ujarnya.

Prabowo ingin menghadapi koruptor ini juga dilawan secara bersama-sama. Prabowo tak ingin Indonesia menjadi tempat nyaman para koruptor.

Untuk itu, Prabowo berencana membangun penjara untuk koruptor. Penjara ini didesain secara khusus agar para koruptor tidak bisa leluasa keluar, apa lagi kabur.

"Saya nanti juga akan sisihkan dana, saya akan bikin penjara yang sangat, pokoknya sangat kokoh, di suatu tempat, yang terpencil, mereka nggak bisa keluar malam hari. Kita akan cari pulau, kalau mereka mau keluar, biar ketemu sama hiu," imbuhnya.

Dilema Pemberantasan Korupsi dan Penghormatan HAM

Perdebatan mengenai hukuman yang pantas bagi koruptor mencerminkan dilema kompleks dalam pemberantasan korupsi. Di satu sisi, masyarakat menuntut tindakan tegas terhadap para pelaku korupsi yang dianggap merugikan negara dan menghambat pembangunan. Di sisi lain, prinsip-prinsip HAM dan standar perlakuan terhadap narapidana harus tetap dijunjung tinggi. Mencari titik keseimbangan antara kedua hal ini menjadi tantangan utama bagi pemerintah dan aparat penegak hukum.

Solusi Alternatif: Kerja Paksa dan Pembatasan Fasilitas

Sebagai solusi alternatif, beberapa pihak mengusulkan pemberian hukuman kerja paksa bagi koruptor, seperti bercocok tanam atau bertani di lahan yang telah disediakan. Selain itu, pembatasan fasilitas di penjara, seperti larangan penggunaan telepon seluler dan akses internet, juga dapat menjadi opsi untuk memberikan efek jera tanpa melanggar HAM. Yang jelas, upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif dan berkeadilan, dengan tetap memperhatikan hak-hak dasar setiap individu.