MAKI Ungkap Indikasi Keterlibatan 'Pemain Besar' dalam Skandal Korupsi Migas Pertamina
MAKI Ungkap Indikasi Keterlibatan 'Pemain Besar' dalam Skandal Korupsi Migas Pertamina
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengisyaratkan adanya aktor-aktor berpengaruh yang belum tersentuh hukum dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di tubuh PT Pertamina (Persero). Pernyataan ini menambah kompleksitas penyelidikan yang sedang berjalan dan memicu spekulasi tentang potensi keterlibatan pihak-pihak yang lebih tinggi dalam skandal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Boyamin menyatakan bahwa MAKI telah mengumpulkan bukti-bukti baru yang mengarah pada keterlibatan "pemain besar" tersebut. Bukti ini telah dilaporkan secara garis besar kepada pihak berwenang, dan MAKI berencana untuk menyerahkan laporan yang lebih komprehensif dalam waktu dekat. Laporan tersebut akan mencakup diagram yang mengilustrasikan jaringan dan peran dari para aktor yang diduga terlibat.
"Saya sudah mengklaster temuan ini dan sudah saya laporkan dalam bentuk kasar. Minggu depan saya yakin akan saya laporkan dalam bentuk yang lebih komplet, termasuk beberapa diagram terkait pemain yang lebih besar yang tidak tersentuh," kata Boyamin seperti dikutip dari Kompas.com Talks.
Selain menyoroti potensi keterlibatan "pemain besar", Boyamin juga menyinggung dugaan adanya upaya sistematis untuk menghambat produksi minyak dalam negeri. Ia mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan yang memiliki kontrak lifting (pengangkatan minyak) justru diminta untuk menghentikan kegiatan operasional mereka tanpa alasan yang jelas. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik sabotase terhadap produksi minyak nasional, yang secara tidak langsung menguntungkan pihak-pihak tertentu.
"Beberapa perusahaan yang punya kontrak lifting atau ngebor itu bahkan determinasi (dihentikan). Bahkan, Kejaksaan Agung melalui Jamdatun turun tangan untuk memediasi agar produksi berjalan kembali, tetapi setelah perdamaian terjadi, tetap saja mereka tidak diperintahkan bekerja selama tiga tahun," ungkap Boyamin.
Boyamin menduga bahwa pengurangan produksi minyak domestik ini merupakan bagian dari skenario yang lebih besar, di mana produk minyak dalam negeri dipaksa untuk diekspor dengan dalih tidak memenuhi standar spesifikasi. Ironisnya, produk yang sama kemudian digunakan sebagai bahan bakar minyak di negara lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang motif di balik kebijakan tersebut dan potensi kerugian yang dialami oleh negara.
"Kalau produk dalam negeri dianggap tidak sesuai spek dan dipaksa dijual ke luar negeri, padahal di luar negeri tetap dipakai sebagai bahan bakar minyak, mestinya kan cukup di dalam negeri saja," tegasnya.
Boyamin menekankan bahwa penanganan kasus korupsi di Pertamina tidak boleh hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga harus menyentuh aspek perbaikan tata kelola industri minyak dan gas secara menyeluruh. Ia berjanji akan terus mengawal kasus ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang mendapatkan perlakuan istimewa atau lolos dari jerat hukum.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan BBM di Pertamina. Para tersangka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk petinggi anak usaha Pertamina dan pihak swasta yang berperan sebagai broker. Adapun nama-nama tersangka tersebut adalah:
- Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga)
- Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping)
- Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional)
- Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional)
- Maya Kusuma (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga)
- Edward Corne (VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga)
- Muhammad Kerry Adrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa)
- Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim)
- Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak)
Kejagung memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp 193,7 triliun. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini terus bergulir dan menjadi sorotan publik, menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum.