Revisi UU TNI Disahkan: Penambahan Tugas Operasi Militer dan Perubahan Batas Usia Pensiun

Kontroversi Revisi UU TNI: Apa yang Berubah?

Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis, 20 Maret 2025, menuai berbagai reaksi. RUU ini, yang kini telah resmi menjadi Undang-Undang (UU), mengatur sejumlah aspek penting terkait peran, tugas, dan batasan usia pensiun bagi prajurit TNI.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers menjelaskan bahwa revisi UU TNI hanya menyentuh beberapa pasal, yaitu Pasal 3, Pasal 47, Pasal 53 dan Pasal 7. Namun, perubahan yang ada dinilai signifikan karena berdampak pada cakupan tugas TNI dan usia pengabdian para prajurit.

Poin-Poin Krusial dalam UU TNI yang Baru

Berikut adalah rincian perubahan yang termuat dalam UU TNI hasil revisi:

1. Pasal 3: Hubungan TNI dan Pemerintah

Pasal ini memperjelas posisi TNI dalam struktur pemerintahan. Poin pentingnya adalah:

  • Ayat 1: TNI berada di bawah komando Presiden dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.
  • Ayat 2: Kebijakan strategis, dukungan administrasi, dan perencanaan strategis TNI dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan.

2. Pasal 7: Penambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

Revisi ini memperluas spektrum tugas OMSP yang diemban TNI. Sebelumnya, terdapat 14 tugas, kini bertambah menjadi 16. Dua tugas tambahan tersebut adalah:

  • Menanggulangi ancaman pertahanan siber.
  • Melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri, termasuk evakuasi dalam kondisi darurat.

Daftar lengkap 16 tugas OMSP sesuai Pasal 7 Ayat 2 Huruf b UU TNI terbaru:

  • Mengatasi gerakan separatis bersenjata.
  • Mengatasi pemberontakan bersenjata.
  • Mengatasi aksi terorisme.
  • Mengamankan wilayah perbatasan.
  • Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis.
  • Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
  • Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya.
  • Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya sesuai sistem pertahanan semesta.
  • Membantu tugas pemerintahan di daerah.
  • Membantu Polri dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan Undang-Undang.
  • Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia.
  • Membantu penanggulangan bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan.
  • Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan.
  • Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
  • Membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber.
  • Membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Pelaksanaan tugas OMSP akan diatur lebih detail dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali bantuan kepada Polri yang sudah memiliki regulasi khusus.

3. Pasal 47: Penambahan Jabatan Publik yang Bisa Diisi TNI Aktif

Revisi pada Pasal 47 memungkinkan lebih banyak prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian/lembaga (K/L). Jumlah K/L yang diperbolehkan bertambah dari 10 menjadi 14. Adapun daftar lengkapnya adalah:

  • Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
  • Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional.
  • Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden.
  • Badan Intelijen Negara.
  • Badan Siber dan/atau Sandi Negara.
  • Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
  • Badan Search And Rescue (SAR) Nasional.
  • Badan Narkotika Nasional (BNN).
  • Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
  • Badan Penanggulangan Bencana.
  • Badan Penanggulangan Terorisme.
  • Badan Keamanan Laut.
  • Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).
  • Mahkamah Agung.

Jika prajurit TNI ingin menempati jabatan di luar 14 K/L tersebut, mereka wajib pensiun atau mengundurkan diri terlebih dahulu.

4. Pasal 53: Kenaikan Usia Pensiun

Revisi ini mengubah batas usia pensiun bagi prajurit TNI:

  • Bintara dan Tamtama: Dari 53 tahun menjadi 55 tahun.
  • Perwira (hingga Kolonel): Dari 58 tahun menjadi 58 tahun.
  • Perwira Tinggi (Pati) Bintang 1: 60 tahun.
  • Perwira Tinggi (Pati) Bintang 2: 61 tahun.
  • Perwira Tinggi (Pati) Bintang 3: 62 tahun.
  • Perwira Tinggi (Pati) Bintang 4 (Jenderal/Laksamana/Marsekal): 63 tahun, dengan opsi perpanjangan hingga 2 tahun melalui Keputusan Presiden.

Implikasi dan Kontroversi

Pengesahan UU TNI ini menuai pro dan kontra. Pihak yang mendukung berpendapat bahwa perubahan ini diperlukan untuk memperkuat peran TNI dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks, termasuk ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri. Selain itu, kenaikan usia pensiun dianggap sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian para prajurit.

Di sisi lain, pihak yang kritis menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara TNI dan lembaga sipil, khususnya dalam penanganan ancaman siber dan penanggulangan terorisme. Kekhawatiran juga muncul terkait penambahan jabatan publik yang dapat diisi oleh TNI aktif, yang dinilai dapat mengganggu prinsip supremasi sipil.

Perdebatan seputar UU TNI ini menunjukkan kompleksitas isu keamanan dan pertahanan negara. Implementasi UU ini ke depan akan menjadi kunci untuk melihat sejauh mana perubahan yang ada dapat memberikan dampak positif bagi TNI dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.