Eks Kapolres Ngada Jadi Tersangka Pencabulan, Massa Geruduk Polda NTT Desak Permintaan Maaf Kapolri

Demonstrasi di Polda NTT: Tuntutan Permintaan Maaf Kapolri atas Kasus Eks Kapolres Ngada

KUPANG, NTT - Gelombang demonstrasi kembali mengguncang Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait kasus dugaan pencabulan yang melibatkan mantan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Forum Academia Nusa Tenggara Timur (NTT), yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Kekerasan Seksual terhadap Anak, menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) NTT pada Jumat (21/3/2025). Aksi ini merupakan bentuk pengawalan terhadap proses hukum yang tengah berjalan serta ungkapan kekecewaan mendalam atas kasus yang mencoreng nama baik institusi Polri.

Para demonstran, yang terdiri dari aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat, menyampaikan sejumlah tuntutan yang mendesak untuk segera dipenuhi. Tuntutan utama yang disuarakan adalah permintaan maaf secara terbuka dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, kepada seluruh masyarakat NTT. Pendeta Mery Kolimon, salah satu tokoh Forum Academia NTT, dengan tegas menyatakan bahwa kasus AKBP Fajar telah melukai hati masyarakat NTT dan merusak kepercayaan terhadap Polri.

"Kami menuntut Kapolri untuk memulihkan hubungan baik dengan warga NTT," tegas Pendeta Mery Kolimon di sela-sela aksi demonstrasi. Ia menambahkan, Polri sebagai institusi penegak hukum seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan budaya setempat. Permintaan maaf secara kelembagaan dianggap sebagai langkah penting untuk menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawab atas perbuatan oknum yang telah mencoreng citra kepolisian.

Selain tuntutan permintaan maaf, para demonstran juga menyoroti praktik penempatan pejabat bermasalah di wilayah NTT. Mereka mendesak Polri untuk menghentikan tren menjadikan Polda NTT sebagai tempat "buangan" bagi pejabat yang memiliki catatan buruk. Hal ini dinilai merugikan masyarakat NTT dan memperburuk kinerja kepolisian di daerah tersebut.

"Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pejabat yang 'dilempar' ke Polda NTT adalah pejabat yang bermasalah," ungkap Pendeta Mery Kolimon. Ia berharap agar ke depannya, Polri lebih selektif dalam menempatkan personel di NTT dan memberikan kesempatan kepada putra-putri daerah untuk memimpin kepolisian.

Kasus AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sendiri mencuat setelah ia diamankan oleh aparat Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri atas dugaan terlibat kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil penyelidikan, AKBP Fajar terbukti melakukan tindakan pencabulan terhadap seorang anak berusia enam tahun di salah satu hotel di Kota Kupang.

Mabes Polri telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Penetapan tersangka dan penahanan ini dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan yang mendalam dan pengumpulan bukti-bukti yang kuat.

"Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri," ujar Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Kasus ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat NTT. Mereka berharap agar proses hukum terhadap AKBP Fajar dapat berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Rangkuman Tuntutan Demonstran:

  • Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat NTT atas kasus yang melibatkan AKBP Fajar.
  • Polri menghentikan praktik penempatan pejabat bermasalah di Polda NTT.
  • Polri lebih selektif dalam menempatkan personel di NTT dan memberikan kesempatan kepada putra-putri daerah untuk memimpin kepolisian.
  • Proses hukum terhadap AKBP Fajar berjalan transparan dan adil.

Kasus ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk melakukan evaluasi internal dan meningkatkan pengawasan terhadap anggotanya, serta berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.