Pembatasan Truk Saat Lebaran 2025 Diprotes: Aptrindo Desak Evaluasi Kebijakan dan Pergantian Menteri Perhubungan
Gelombang Protes Pembatasan Operasional Truk Jelang Lebaran 2025
Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) melayangkan protes keras terhadap kebijakan pemerintah terkait pembatasan operasional truk selama periode mudik Lebaran 2025. Aksi demonstrasi yang digelar di depan Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta Pusat, pada Jumat (21/3/2025) menyuarakan kekecewaan mendalam atas keputusan yang dinilai kontraproduktif dan berpotensi merugikan berbagai pihak.
Ketua Umum Aptrindo, Gemilang Tarigan, dengan tegas menyatakan bahwa Menteri Perhubungan (Menhub) dinilai tidak memahami realitas operasional di lapangan, khususnya di kawasan pelabuhan. Ia bahkan menyerukan agar Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mempertimbangkan pergantian posisi Menteri Perhubungan.
"Pak Menteri itu tidak pernah ke pelabuhan. Tidak mengerti dia, makanya untuk saya bilang, ganti saja menterinya ini, Pak Prabowo," tegas Gemilang Tarigan di sela-sela aksi demonstrasi.
Menurut Aptrindo, pembatasan operasional truk selama 16 hari penuh akan memicu sejumlah dampak negatif yang signifikan:
- Penumpukan Barang di Pelabuhan: Pembatasan yang terlalu lama akan menyebabkan antrean panjang dan penumpukan barang di pelabuhan, meningkatkan biaya sewa dan logistik secara keseluruhan.
- Gangguan Rantai Pasok Industri: Terhambatnya distribusi barang impor akan mengganggu kelancaran produksi di berbagai sektor industri, berpotensi menyebabkan penghentian operasional pabrik akibat kekurangan bahan baku.
- Kerugian Finansial bagi Sopir Truk: Ribuan sopir truk yang mengandalkan pendapatan harian akan kehilangan mata pencaharian selama periode pembatasan, memperburuk kondisi ekonomi keluarga mereka.
- Potensi Gagal Ekspor: Terhambatnya pengiriman barang ekspor dapat menyebabkan perusahaan-perusahaan eksportir gagal memenuhi komitmen kontrak, berujung pada denda dan kerugian finansial.
Aptrindo juga mempertanyakan dasar pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan pembatasan operasional truk selama 16 hari, yang dianggap sebagai periode terlama dalam beberapa tahun terakhir. Mereka mengkritik kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah dengan para pelaku industri transportasi dalam proses pengambilan keputusan.
"Kebijakan ini selama ini tidak pernah terjadi seperti itu," ungkap Gemilang Tarigan, menyoroti perbedaan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Para demonstran mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kembali kebijakan pembatasan operasional truk dan mencari solusi yang lebih komprehensif dan berkeadilan. Mereka mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan opsi pembatasan yang lebih fleksibel, dengan mempertimbangkan waktu-waktu tertentu di mana truk masih diizinkan melintas, serta memberikan pengecualian untuk jenis-jenis barang tertentu yang bersifat esensial.
Aksi protes ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan aspirasi dan kepentingan para pelaku industri transportasi dalam merumuskan kebijakan yang berdampak luas. Dialog yang konstruktif dan solusi yang inklusif diharapkan dapat dicapai demi menjaga kelancaran arus logistik dan stabilitas ekonomi nasional menjelang dan selama periode Lebaran 2025.