Menelusuri Jejak Kuliner Ramadan dan Lebaran yang Tergerus Zaman
Tradisi menyambut Ramadan dan Lebaran di Indonesia tak lengkap rasanya tanpa kehadiran beragam hidangan khas. Dari generasi ke generasi, cita rasa otentik ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan. Sayangnya, arus modernisasi dan perubahan gaya hidup perlahan menggerus keberadaan beberapa kuliner tradisional. Keahlian dalam mengolahnya pun semakin langka, terancam hilang ditelan waktu.
Mari kita telusuri beberapa hidangan yang dulunya meramaikan meja makan saat Ramadan dan Lebaran, namun kini semakin sulit ditemukan:
-
Kue Satu: Jajanan legendaris era 90-an ini dikenal dengan teksturnya yang rapuh dan rasa manisnya yang khas. Nama "kue satu" konon berasal dari proses pembuatannya yang membutuhkan ketelitian, di mana adonan dicetak satu per satu.
-
Sambai Oen Peugaga (Aceh): Sambal daun pegagan ini merupakan hidangan istimewa yang disajikan saat menyambut Ramadan di Aceh. Daun pegagan, yang diiris tipis menyerupai benang, menjadi bahan utama yang memberikan cita rasa unik pada sambal ini.
-
Kue Putu Ratih (Kalimantan): Kue berbahan dasar padi dan gula merah ini dulunya menjadi hidangan wajib saat menyambut tamu di hari Lebaran. Keahlian khusus diperlukan untuk membuatnya, dan sayangnya, semakin sedikit orang yang menguasai resep tradisional ini.
-
Sokko Palopo (Bugis): Hidangan yang terbuat dari beras ketan dan gula kelapa ini disajikan menjelang Ramadan dan pada acara syukuran setelah panen. Sokko palopo melambangkan ucapan syukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan, serta harapan akan panen yang lebih baik di masa mendatang.
-
Sayur Babanci (Betawi): Kuliner khas Betawi ini dulunya selalu hadir saat Lebaran. Nama "babanci" konon berasal dari kata "babah" dan "enci," mengindikasikan bahwa hidangan ini dulunya dimasak oleh masyarakat Tionghoa Betawi. Sayur babanci terkenal rumit karena membutuhkan lebih dari 20 jenis bahan, di mana setengahnya kini sulit ditemukan di pasaran.
-
Geseng Bangsong (Jawa Timur): Hidangan berbahan dasar daging itik berukuran besar ini merupakan kuliner khas Dusun Wijenan Kidul. Geseng bangsong biasanya disajikan saat acara keagamaan seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Cita rasanya yang asam dan pedas memberikan sensasi unik di lidah, namun kini semakin sulit ditemui.
-
Bubur Jali (Betawi): Takjil khas Betawi ini memiliki rasa manis yang menyegarkan. Bubur jali terbuat dari biji jali, gula merah, dan daun pandan, yang kemudian dipadukan dengan santan kelapa dan potongan nangka. Bubur ini sangat cocok untuk mengembalikan energi setelah seharian berpuasa.
Kehilangan hidangan-hidangan tradisional ini bukan sekadar hilangnya cita rasa, tetapi juga hilangnya bagian dari identitas budaya kita. Upaya pelestarian dan pewarisan resep tradisional perlu digalakkan agar generasi mendatang tetap dapat menikmati kekayaan kuliner Indonesia.