Eskalasi Konflik Gaza: Mengapa Pemerintahan Trump Mendukung Aksi Militer Israel?

Gelombang kekerasan kembali melanda Gaza, memicu kecaman internasional atas jatuhnya korban sipil, termasuk anak-anak. Serangan terbaru Israel, yang disebut-sebut sebagai yang terberat sejak gencatan senjata singkat pada Januari lalu, telah menewaskan ratusan orang dan menghancurkan harapan akan perdamaian yang berkelanjutan.

Latar Belakang Konflik dan Gencatan Senjata yang Gagal

Kurang dari dua bulan setelah Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, gencatan senjata yang sebelumnya menghentikan pertempuran antara Israel dan Hamas runtuh. Padahal, Trump sendiri sempat menjanjikan upaya perdamaian di Timur Tengah. Menurut laporan, Israel telah memberitahu pemerintahan Trump sebelum melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza pada Selasa, 18 Maret 2025. Serangan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak.

Josh Ruebner, seorang dosen di Program Keadilan dan Perdamaian Universitas Georgetown, menyoroti perubahan sikap Trump terhadap konflik ini. "Kita dapat melihat bukti ketidakjujuran Trump dalam gencatan senjata segera setelah ia menjabat. Ketika ia mulai menyerukan pemindahan paksa dan pembersihan etnis semua warga Palestina dari Gaza secara permanen," ujarnya seperti dikutip dari Aljazeera.

Alasan Dukungan Trump terhadap Israel

Lantas, mengapa pemerintahan Trump memberikan dukungan terhadap tindakan militer Israel di Gaza? Juru bicara Gedung Putih, Caroline Leavitt, menjelaskan bahwa Trump akan bertindak tegas jika Israel dan Amerika Serikat merasa terancam.

"Seperti yang sudah ditegaskan Trump, Hamas, Houthi, Iran dan semua pihak yang berupaya meneror tak hanya Israel tetapi juga AS, akan menghadapi konsekuensi dan kekacauan besar akan terjadi," tegas Leavitt dalam sebuah wawancara dengan Fox News. Ia menambahkan bahwa Trump tidak akan ragu untuk membela masyarakat yang taat hukum dan memperjuangkan kepentingan AS serta sekutunya, Israel.

Negosiasi Sandera yang Gagal dan Respon Israel

Pernyataan Leavitt muncul di tengah upaya negosiasi pembebasan sandera Amerika-Israel, Edan Alexander, bersama dengan beberapa warga negara ganda lainnya oleh Hamas. Namun, kelompok perlawanan Palestina tersebut gagal memberikan jawaban akhir kepada utusan Trump. Ketika Hamas akhirnya menyatakan kesediaan untuk melepaskan sandera Amerika, Trump dikabarkan sudah tidak tertarik lagi dengan proposal tersebut.

Pihak Israel juga menuduh Hamas menolak semua proposal yang diajukan oleh utusan Amerika Serikat, Steve Witkoff, dan para mediator. Menanggapi kegagalan negosiasi dan serangan roket yang terus berlanjut dari Gaza, Israel menegaskan akan mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Hamas.

Implikasi dan Prospek Perdamaian

Eskalasi konflik di Gaza ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas kawasan dan prospek perdamaian jangka panjang. Dukungan pemerintahan Trump terhadap aksi militer Israel, meskipun dengan alasan keamanan nasional dan kepentingan sekutu, menuai kritik tajam dari berbagai pihak yang menyerukan diakhirinya kekerasan dan dimulainya kembali perundingan damai yang inklusif.

Masyarakat internasional kini menanti langkah selanjutnya dari Amerika Serikat dan negara-negara lain untuk meredakan ketegangan dan mendorong solusi politik yang adil dan berkelanjutan bagi konflik Israel-Palestina. Dampak kemanusiaan yang besar akibat konflik ini juga menuntut respons cepat dan efektif untuk meringankan penderitaan warga sipil di Gaza.