Ancaman 'Sungai Atmosfer': Intensitas dan Frekuensi Meningkat Akibat Perubahan Iklim
Intensifikasi 'Sungai Atmosfer': Dampak Perubahan Iklim Semakin Nyata
Fenomena 'sungai atmosfer' atau atmospheric river (AR), yang merupakan koridor uap air terkonsentrasi di atmosfer, kini menjadi perhatian serius para ilmuwan. Studi terbaru mengungkapkan bahwa intensitas dan frekuensi AR semakin meningkat seiring dengan perubahan iklim global, memicu kekhawatiran akan dampak buruk yang lebih besar.
Istilah 'sungai atmosfer' semakin familiar di kalangan masyarakat seiring dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia. AR bertanggung jawab atas curah hujan ekstrem dan angin kencang, menyebabkan banjir, tanah longsor, dan kerusakan infrastruktur.
Studi komprehensif yang diterbitkan dalam Journal of Climate menganalisis data selama 45 tahun terakhir dan menemukan bahwa AR menjadi lebih besar, lebih basah, dan lebih sering terjadi. Peningkatan ini berkorelasi dengan kenaikan suhu global akibat aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil.
Mekanisme dan Dampak 'Sungai Atmosfer'
'Sungai atmosfer' bekerja dengan mengangkut uap air dari wilayah laut tropis ke wilayah lintang yang lebih tinggi. Ketika AR mencapai daratan, uap air tersebut dilepaskan dalam bentuk hujan atau salju dengan intensitas tinggi. AR dapat membawa volume air yang setara dengan aliran sungai besar, sehingga potensi kerusakannya sangat besar.
Data menunjukkan peningkatan AR sebesar 6 hingga 9% di wilayah yang sering terdampak sejak tahun 1980. Frekuensi kejadian AR juga meningkat sebesar 2 hingga 6%, sementara kandungan air dalam AR juga mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa AR menjadi semakin kuat dan berpotensi menyebabkan bencana yang lebih dahsyat.
Peran Perubahan Iklim
Ilmuwan telah lama memprediksi bahwa perubahan iklim akan meningkatkan intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem, termasuk AR. Kenaikan suhu udara memungkinkan atmosfer menampung lebih banyak uap air. Akibatnya, AR menjadi lebih besar dan lebih ganas. Peningkatan suhu global juga memicu perubahan pola cuaca, yang dapat memperburuk dampak AR.
Lexi Henny, ilmuwan atmosfer dari University of North Carolina, menekankan bahwa meskipun tidak semua kejadian AR disebabkan oleh perubahan iklim, tren peningkatan intensitas dan frekuensi AR sejalan dengan proyeksi iklim. Ia juga mengingatkan bahwa dampak yang terjadi saat ini masih kecil dibandingkan dengan perubahan yang akan terjadi di masa depan jika emisi gas rumah kaca terus meningkat.
Potensi Bencana dan Mitigasi
'Sungai atmosfer' dapat membawa manfaat dengan menyediakan air bagi wilayah yang mengalami kekeringan. Namun, jika curah hujan terlalu deras dan berlangsung lama, AR dapat menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor. Contohnya, serangkaian AR menyebabkan ratusan tanah longsor dan korban jiwa di California lebih dari setahun lalu. Pada tahun 1860-an, banjir akibat AR memaksa California memindahkan ibu kotanya dari Sacramento.
Kejadian serupa juga terjadi di berbagai wilayah di Amerika Serikat dan dunia. Pada tahun 2023, AR di New England menyebabkan curah hujan setinggi 0,3 meter dan angin berkecepatan 50 mph. Pada tahun 2020, AR menumpahkan 99 inci salju di Alaska.
Riset ini memberikan informasi penting bagi para peneliti dan pembuat kebijakan untuk memahami dan memitigasi risiko yang terkait dengan AR. Dengan memahami bagaimana perubahan iklim memengaruhi AR, kita dapat mengembangkan strategi adaptasi yang lebih efektif untuk mengurangi dampak bencana alam.