Petugas Damkar Depok Ungkap Upaya Pembungkaman Terkait Dugaan Penyimpangan Dana
Petugas Damkar Depok Ungkap Upaya Pembungkaman Terkait Dugaan Penyimpangan Dana
DEPOK, JAWA BARAT - Sandi Butar Butar, seorang petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok, membuka tabir dugaan praktik tidak sehat di internal instansinya. Ia mengaku sempat menerima tawaran sejumlah uang dengan imbalan menutup mata terhadap indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana operasional, termasuk uang makan dan hak-hak lain anggota Damkar Depok.
"Saya hanya menyampaikan kepada pihak-pihak terkait, bahwa saya tidak menginginkan bagian dari dana yang bermasalah. Yang terpenting adalah hak-hak anggota terpenuhi, selebihnya saya memilih untuk tidak ikut campur," ungkap Sandi kepada awak media, Minggu (23/3/2025).
Namun, sikapnya yang menolak tawaran 'uang tutup mulut' tersebut, berujung pada serangkaian konsekuensi yang merugikan dirinya. Sandi mengklaim mengalami:
- Ancaman pemotongan gaji.
- Tidak menerima Tunjangan Hari Raya (THR).
- Menerima Surat Peringatan (SP) secara beruntun.
"Gaji saya dipotong secara signifikan. Padahal, dengan status PKWT, seharusnya saya menerima Rp 3,4 juta, namun yang saya terima hanya Rp 1,9 juta. Selain itu, THR pun tidak saya dapatkan," keluhnya.
Sandi juga menambahkan bahwa sejak kembali bertugas di Damkar Depok, ia telah menerima empat surat peringatan (SP). Salah satu SP, bernomor 800/30 BJS, menuduhnya melanggar Pasal 10 Ayat G dalam Surat Perjanjian Kontrak. Pelanggaran tersebut berupa pengoperasian unit tempur milik Mako Kembang tanpa izin pada 18 Maret 2025.
Menanggapi tuduhan tersebut, Sandi memberikan bantahan tegas. Ia menjelaskan bahwa tindakannya tersebut semata-mata didorong oleh rasa solidaritas dan keinginan untuk membantu rekan-rekan yang sedang berjibaku memadamkan api.
"Saat terjadi kebakaran, saya hanya berinisiatif membantu rekan-rekan. Saya melakukan pengecekan dan memastikan mesin mobil berfungsi dengan baik. Padahal, saling membantu antar anggota pemadam adalah hal yang wajar dan lumrah," jelasnya.
Selain itu, Sandi juga merasa dipersulit dalam penempatan lokasi kerja dan aturan apel. Awalnya, ia ditempatkan di Bojongsari, lokasi yang sulit dijangkau karena ia tidak memiliki kendaraan pribadi dan harus menggunakan ojek. Meskipun sudah menyampaikan kendala tersebut, ia tetap dikenakan SP karena tidak mengikuti apel.
Kasus yang dialami Sandi Butar Butar ini mencerminkan adanya potensi masalah serius dalam pengelolaan internal Damkar Depok. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dan hak-hak anggota menjadi sorotan utama. Diharapkan, pihak berwenang dapat segera melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap fakta sebenarnya dan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.
Sandi berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk perbaikan sistem dan tata kelola di Damkar Depok, sehingga kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari dan hak-hak seluruh anggota Damkar dapat terpenuhi dengan baik.