Banjir Bandang Bekasi: Studi Kasus dan Rekomendasi Pembangunan Waduk untuk Mitigasi Bencana

Banjir Bandang Bekasi: Studi Kasus dan Rekomendasi Pembangunan Waduk untuk Mitigasi Bencana

Kota Bekasi kembali diterjang banjir bandang pada awal Maret 2025, peristiwa yang oleh Wali Kota Tri Adhianto disebut sebagai yang terparah dalam sejarah. Bencana ini mengakibatkan tujuh dari dua belas kecamatan terendam, meliputi Jatiasih, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bantar Gebang, Pondok Gede, dan Rawa Lumbu, dengan ketinggian air mencapai hampir 600 cm – melampaui rekor sebelumnya di angka 560 cm. Kejadian ini bukan hanya menimbulkan kerugian materiil yang signifikan bagi warga, tetapi juga trauma mendalam mengingat kejadian serupa pernah terjadi pada tahun 2020. Namun, banjir 2025 menunjukkan peningkatan intensitas yang mengkhawatirkan, mengindikasikan perlunya evaluasi mendalam terhadap sistem mitigasi bencana di wilayah tersebut.

Yayat Supriatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti, memberikan analisis kritis terkait fenomena ini. Beliau menyoroti peran krusial Sungai Cikeas dan Cileungsi sebagai pemicu utama banjir. Menurutnya, tinggi muka jalan yang hampir sejajar dengan permukaan sungai memperparah situasi. Hujan ekstrem di daerah hulu, seperti Bogor, menyebabkan luapan air yang langsung menggenangi jalanan Kota Bekasi. Yayat menekankan perlunya penataan sungai yang komprehensif, termasuk kemungkinan pembangunan waduk sebagai solusi jangka panjang. Beliau berpendapat bahwa tanpa adanya intervensi signifikan, seperti pembangunan waduk, warga Bekasi akan terus menghadapi ancaman banjir yang semakin parah. Kejadian banjir 2025, yang jauh lebih dahsyat daripada kejadian 2020, menunjukkan adanya kelemahan sistematis dalam pengelolaan sumber daya air di Bekasi, dan pembangunan waduk menjadi solusi yang layak dipertimbangkan untuk mencegah tragedi serupa terulang.

Selain masalah tata kelola sungai, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah dampak air pasang laut yang memperlambat proses drainase. Wali Kota Tri Adhianto mencatat bahwa air pasang menghambat kecepatan air menuju laut, memperpanjang durasi genangan dan memperparah dampak banjir. Hal ini membutuhkan kolaborasi lintas sektoral untuk mengatasi permasalahan tersebut. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menganalisis kontribusi masing-masing faktor, baik dari hulu maupun dari laut, sehingga strategi mitigasi yang terintegrasi dapat dirumuskan dan diimplementasikan secara efektif.

Kesimpulannya, banjir bandang di Bekasi bukan hanya bencana alam semata, tetapi juga cerminan dari pengelolaan sumber daya air yang belum optimal. Rekomendasi pembangunan waduk, di samping penataan sungai yang komprehensif dan kolaborasi lintas sektoral, menjadi langkah penting yang perlu segera dikaji dan diimplementasikan untuk mencegah tragedi kemanusiaan dan kerugian ekonomi yang lebih besar di masa mendatang. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase, prediksi curah hujan yang lebih akurat, dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat juga menjadi elemen kunci dalam upaya mitigasi bencana banjir di Kota Bekasi.

Kecamatan yang Terdampak Banjir (7 dari 12):

  • Jatiasih
  • Bekasi Selatan
  • Bekasi Timur
  • Bekasi Utara
  • Bantar Gebang
  • Pondok Gede
  • Rawa Lumbu